Tak pernah
terlintas dalam kepala Katty bahwa dia akan memiliki jenis hubungan yang begitu
intens secara fisik dengan Sev. Bagai berjalan di atas awan Katty tenggelam
dalam euphoria atas kesadaran baru bahwa perempuan seperti dirinya ternyata
bisa memiliki gairah yang begitu menggebu. Tubuh femininnya yang sekian lama
terlelap seolah dibangkitkan oleh Sev. Kini Katty jadi faham apa gunanya dada
ber-cup C miliknya itu. Juga bibirnya yang baru dia sadari masuk dalam kategori seksi. Bahkan mata almond
milikinya ternyata mempunyai daya tarik tersendiri. Padahal selama ini betapa iri dia dengan
gadis-gadis kerempeng bak peragawati yang seperti mannequin berjalan dan
berdada rata, sementara dia harus risih setengah mati menyembunyikan gumpalan
menggelantung di dadanya yang seolah salah tempat pada badannya yang berpostur
mungil, dan telah membuatnya malu karena saat remaja selalu menjadi bahan
ejekan teman-teman pria. Bibirnya pun seperti salah bentuk saat diciptakan
karena terlalu lebar untuk raut muka mungil dan berbentuk segitiga itu. Bahkan
warna mata, sering dia berfikiran untuk mengenakan contact lens warna hijau
atau biru karena apa menariknya sih mata berwarna coklat?
Tapi ternyata
Sev memuja semua kekurangan itu. Atau setidaknya Sev menampilkan kesan begitu.
Sering lelaki itu berlama-lama mencumbu bibir dan dadanya hingga membuat gairah
Katty menggelegak ingin disalurkan. Saat mereka tengah mabuk dalam pusaran
gelombang yang mengiringi penyatuan fisik mereka, Sev akan menatap matanya dan
terkunci dalam kedalaman mata coklat almond Katty. Sebagai seorang kekasih, Sev
memang tak diragukan lagi keahliannya dalam membahagiakan pasangannya. Bagi
Katty yang lugu dan tak berpengalaman, mana dia sadar bahwa perempuan tanpa
pengalaman seperti dirinya tanpa partner yang tepat tak akan begitu mudah untuk
mencapai puncak kepuasan. Rasa nyaman dan aman yang diberikan oleh Sev seolah
membiusnya sehingga dia menerima dengan tanpa banyak keraguan dimensi baru
hubungan mereka. Meski kadang sempat terlintas dalam benak Katty bahwa meski
selalu mengatakan bahwa Katty adalah perempuan yang telah lama ditunggunya, dan
satu-satunya yang tepat untuk mendampinginya, namun Sev sama sekali tak pernah
mengungkapkan kata cinta sekalipun.
Kenapa harus
pusing? Pikir Katty berusaha tak peduli. Toh itu hanya sekedar kata-kata.
Mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan saling mengenal cukup lama sehingga
untuk menuntut kata-kata itu dari mulut Sev Katty merasa konyol dan absurd. Pun
karena kesibukan Sev yang teramat padat membuat lelaki itu sering pulang larut,
bahkan kadang harus pergi selama beberapa hari, tanpa pemberitahuan yang cukup
layak, hanya pesan pendek semisal : harus
menghadiri gala dinner anu... atau harus
ke Jepang untuk dua hari... , tak membuat Katty terpancing cemburu. Meski
kadang tanpa bisa dicegah sebersit perasaan was-was menghinggapi dirinya
membuatnya ingin tahu dengan siapa Sev menghabiskan malam bila lelaki itu
pulang pagi atau apakah Sev masih menikmati hubungannya dengan wanita-wanita
lain di luar sana. Dan kenapa sejauh ini tak sekalipun Sev melibatkan Katty
dalam lingkungan sosialnya. Namun Katty berusaha rasional dan berfikir jernih
bahwa kepribadian Sev tak akan mengijinkan lelaki itu untuk bertingkah
brengsek. Sev seorang gentleman yang tak mungkin mengkhianati wanita baik-baik,
teman masa kecil seperti Katty. Bahwa Sev sebagai seorang pengacara
professional yang bertaraf internasional memang memiliki jam kesibukan yang
padat dan jam kerja yang panjang dan tak menentu. Dan Katty meyakinkan diri
untuk kembali ke platform dasar hubungan mereka. Bila selama bertahun-tahun dia
tak pernah gundah karena jarang bertemu dengan Sev, kenapa pula sekarang dia
harus berubah? Maka daripada dia menghabiskan kebersamaan dengan Sev yang hanya
beberapa jam sehari dengan meributkan hal-hal yang tidak jelas, Katty lebih
memilih menikmati perhatian dan gairah lelaki itu yang seolah tak pernah
terpuaskan.
Katty
menganggap dirinya telah sangat mengenal Sev dan cukup tahu betapa pesona Sev
telah menyihir setiap wanita yang berada di sekitarnya. Dulu waktu mereka masih
remaja tak terkatakan betapa banyak gadis-gadis yang ingin berteman dengan
Katty hanya karena dia dekat dengan Sev. Sekali waktu beberapa teman dari
asrama putri tempatnya bersekolah menghabiskan liburan dengan menginap di
Stockley House dan secara kebetulan berkenalan dengan Sev. Sejak itu mereka
selalu memohon Katty mengundang mereka untuk berlibur ke rumahnya. Permintaan
yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Katty. Bahkan Lindsay Fowler, putri
pemilik toko serba ada di wilayah mereka telah gembar gembor bahwa dia telah
menyerahkan keperawanannya kepada Sev karena Sev memintanya menjadi pasangan
saat menghadiri pesta dansa.
“Memang kau
pikir dia cukup baik untuk membuatku bersikap konyol begitu?” Tanya Sev sinis
saat Katty mengatakan apa yang telah beredar di gereja tentang gossip yang
dikatakan oleh Lindsay.
Hingga
periode Virginia yang ternyata berakhir di luar dugaan.
Untuk
membunuh kesepian Katty mencurahkan segala energi untuk pekerjaan. Bila dia
ingin karirnya meningkat sepertinya inilah saat yang paling tepat. Dia berada
di jantung kota London, dalam mansion mewah milik lelaki spektakuler yang
mengklaim dirinya, gadis sederhana, sebagai miliknya, dalam ruang kerja canggih,
dan memiliki waktu tak terbatas tanpa gangguan, apalagi yang diharapkannya?
Semua toh sudah ada dalam genggaman. Dengan bakat yang dimilikinya, Katty
merasa dirinya sudah harus keluar dari dunia aman yang selama ini memanjakannya
seolah dalam fantasi kekanakan, seperti ilustrasi yang sering dibuatnya dalam
buku anak-anak.
Sudah tiga
minggu Katty berada di London. Kesibukan Sev yang hanya menyisakan sedikit
waktu membuat Katty memiliki kesempatan menggali kembali kemampuan dan
ide-idenya. Katty sudah mempertimbangkan beberapa karya yang ingin dibuatnya
selain dia juga menyelesaikan kontrak kerja yang dia buat dengan perusahaan
penerbitan yang selama ini memanfaatkan bakatnya. Dan sungguh luar biasa
kepercayaan diri yang baru tumbuh merubah kepribadian seseorang. Untuk pertama
kalinya dalam hidup Katty merasa lega, bebas, dan entah kenapa, merasa sangat
cantik dan penuh semangat. Perasaan yang memberi rona merah segar di pipinya
serta memancarkan kilau muda yang ceria di mata coklat almond itu. Dengan energi baru tersebut Katty merasa
sanggup untuk menaklukkan dunia.
Perubahan itu
sangat disadari oleh teman-teman di sekitar Katty di perusahaan penerbitan.
Mereka melihat Katty sering keluar masuk gedung dan menjadi saksi hidup
transformasi gadis itu menjadi seekor kupu-kupu yang cantik.
“Kini semua
telah melihat dengan jelas betapa cantiknya cewek yang sedang jatuh cinta,”
komentar Simon saat Katty mampir ke meja lelaki itu.
Menanggapi
komentar tersebut Katty hanya tertawa lebar. “Apakah terlihat sejelas itu?”
tanyanya iseng.
“Sejelas
papan iklan di stasiun kereta api bawah tanah. Dan aku heran cowokmu yang
canggih itu membiarkanmu berkeliaran sendirian meski kau hanya mengenakan
sehelai sapu tangan di tubuhmu.”
“Sev sedang
sibuk sekali. Aku hanya punya sedikit waktu dengannya,” mata Katty seperti
bermimpi mengingat semalam Sev pulang hampir jam dua belas malam dan segera
membangunkannya yang sedang terlelap. Dan sejak tengah malam mereka tidak tidur
hingga menjelang jam lima pagi. Dan pagi ini dengan perasaan melambung sisa
sensualitas semalam Katty memutuskan mengenakan gaun musim panas yang ringan
melambai tanpa lengan yang meski memiliki garis leher cukup sopan namun
panjangnya hanya beberapa centi di bawah pinggul, menampakkan tungkai langsing
dan padat miliknya.
“Hai!
Sadarlah!” seru Simon melihat gadis itu mulai melamun.
Dengan
gelagapan Katty mengerjapkan matanya, “Sorry.”
“Padahal
semula aku ingin memintamu menjadi pendampingku dalam gala dinner perusahaan
Jumat malam nanti. Namun karena kau sudah punya cowok, terpaksa aku harus cari
gadis lain karena bagaimanapun aku tak ingin mengawali permusuhan dengan
pacarmu.”
“Jumat malam
ini ya?” tanya Katty untuk meyakinkan diri. “Tetapi kenapa tidak?”
“Eh?” Simon
membelalakkan matanya. “Benarkah?”
Katty mengangguk
mantap. “Sev sangat sibuk jadi sepertinya aku pergi pun dia tidak bakal tahu.
Asal kita pulang sebelum tengah malam kurasa tak akan apa-apa.”
“Katty...”
“Ayolah,
sekali-sekali aku juga ingin sedikit gila-gilaan. Dan denganmu akan aman. Sev
sudah mengenalmu dan aku juga sudah menjelaskan padanya tentang hubungan
pertemanan kita. Pasti tidak apa-apa. Serahkan semua padaku. Ok?”
Ya, pasti
tidak apa-apa. Katty tak pernah menaruh curiga terhadap semua aktifitas Sev,
dan Katty yakin Sev pun pasti begitu. Lagipula toh mereka bukan lagi pasangan
ingusan yang sedang mengalami cinta monyet. Hubungan mereka merupakan hubungan
dua orang dewasa yang dijalani dengan penuh tanggung jawab dan merupakan
kelanjutan dari hubungan jangka panjang selama bertahun-tahun sejak mereka
masih kanak-kanak. Dengan keyakinan tersebut Katty melangkah mantap menuju ke
jalan yang dipenuhi deretan butik-butik mewah untuk mencari gaun pesta.
Dan malam itu
setelah berkutat di studionya hingga lewat waktu makan malam Katty bergelung di
sofa di depan layar televisi membaca buku sambil mendengarkan musik. Malam ini
adalah satu di antara malam-malam Sev melewatkan makan berdua bersama Katty.
Dan bila harus makan sendiri biasanya Katty tak mau repot-repot memasak dan
lebih memilih cara praktis memesan makanan siap saji. Saat pukul sepuluh Sev
pulang hanya mendapati Katty yang sedang tertidur di ruang keluarga dengan buku
yang tergenggam longgar di tangannya. Sev menatap ke sosok gadis di depannya.
Rambut coklatnya tersebar berantakan sementara bibir sensualnya sedikit
terbuka. Dadanya mergerak lembut naik turun seirama tarikan nafasnya.
Tiba-tiba Sev
merasa serbuan gairah yang menggelora mengisi setiap pembuluh darahnya. Tanpa
membuang waktu dengan gerakan cepat dia melepas atasan setelan dan dasinya
untuk kemudian di lempar di sandaran kursi, menyusul tas kerja yang telah
mendapat perlakuan sama sebelumnya. Langkahnya mantap ketika dia mendekati
tempat Katty tertidur dan tanpa suara membungkuk di sebelahnya.
“Halo....,”
bisiknya di telinga Katty. Nafasnya yang panas menerbangkan anak-anak rambut di
pelipis gadis itu.
Katty
terbangun, matanya mengerjap terbuka dengan bingung dan seolah kehilangan
orientasi. “Sev...” suaranya parau karena masih mengantuk.
Sev tak
menunggu berkata-kata, direngkuhnya Katty dengan erat, memuaskan bibirnya
dengan kemanisan bibir Katty hingga gairah berkobar membakar keduanya. Malam
itu keduanya tak mau lagi direpotkan untuk pindah ke kamar tidur. Sev mencumbu
Katty dengan penuh nafsu, hanya menyempatkan sedikit akal sehat sebelum
keduanya bergulung dalam pusaran birahi yang tak memungkinkan adanya
perbincangan.
Beberapa saat
kemudian, masih dengan pakaian yang terbuka dan acak-acakan, Katty duduk
bersandar di dada Sev. Telapak tangannya yang lembut membelai bulu-bulu
kehitaman yang tersebar melapisi otot keras lelaki itu. Sebetulnya Katty ingin
berteriak, kemana saja kau! Tapi lidahnya serasa kelu dan tak satu kata pun
keluar dari bibirnya.
“Apakah
kesibukanmu hari ini?” tanya Sev seolah melamun sambil menenggelamkan bibirnya
dalam gerai rambut Katty.
“Seperti
biasa. Bekerja di studio,” jawab Katty. Dia sebenarnya ingin menceritakan
hari-harinya di kantor atau rencananya untuk menghadiri pesta di perusahaan.
Tapi pasti hal tersebut tak cukup penting atau menarik bagi Sev. Dan saat Sev
menggigiti lembut area belakang telinganya yang sensitif, Katty pun melupakan
semuanya.
***
Hotel tempat
pesta itu berada di sisi lain London yang berseberangan dengan daerah dimana
Katty tinggal bersama Sev. Simon menjemputnya di mansion Sev dan dibuat
terkagum-kagum pertama akan kemunculan Katty dalam busana pesta yang mahal dan
elegan, lalu pada interior mewah kediaman Sev. Katty menerima pujian Simon
dengan tawa lebar. Pujian Sev selalu membuatnya tersipu. Sedangkan pujian
Simon, mungkin juga dari laki-laki lain tak akan sanggup membuat pipinya
memerah. Agaknya aku memang ditakdirkan menjadi kekasih Sev,pikirnya. Tak ada
laki-laki lain sehebat dia. Ibarat orang tak akan memilih milkshake setelah
merasakan kelezatan sampanye.
Katty bertemu
dengan hampir semua teman kantor di tempat pesta. Agaknya transformasi Katty
telah menjadi gossip hangat di seluruh gedung. Katty tahu bahwa di belakang
punggungnya dulu mereka menjulukinya gadis dusun atau putri pendeta. Katty tak
merasa tersinggung karena pada kenyataannya memang begitulah penampilannya
dulu. Namun sekarang Katty merasa senang dengan dirinya yang baru. Bila
gadis-gadis lain berusaha menarik perhatian dengan gaya dandan seseksi mungkin,
memperlihatkan terlalu banyak bagian dada dan paha, maka Katty membuat dirinya
terlihat menarik dengan gaya gadis kaya yang simple tapi modis, seksi namun
tidak murahan, mahal dan chic. Dan meski Simon untuk malam itu tampak tampan
dalam busana resminya tetap tak bisa dibandingkan dengan ketampanan Sev. Namun
paling tidak Katty tidak harus sendiri datang ke pesta seperti waktu-waktu
lalu.
Pesta dimulai
dengan lancar. Katty, dalam waktu singkat telah menemukan rombongan rekan-rekan
lain di antara penuhnya para undangan yang terdiri dari seluruh jajaran
eksekutif dan karyawan penerbitan, baik regular maupun freelance, serta para
relasi bisnis perusahaan. Setelah segelas sampanye mengalir melalui
tenggorokannya, serta beberapa potong tarlets dan canape mengisi perutnya,
Katty berbaur bersama yang lain. Menerima ajakan beberapa laki-laki untuk
berdansa maupun berbincang dengan mereka. Simon pun tak kalah aktif dalam
bersosialisasi. Katty mengerling kepada kawannya dengan sayang dan tersenyum
memberi support. Agaknya perceraian telah berdampak bagus pada lelaki itu tanpa
dia sadari. Simon seperti menemukan dimensi baru kepribadiannya, terlepas dari
istrinya yang tukang selingkuh itu. Baik Simon maupun Katty memang berada di
planet yang sama, planet tempat orang-orang yang baru saja menemukan sisi lain
kepribadian mereka.
Katty sedang
mengambil setusuk udang dan memasukkannya ke dalam mulut ketika tiba-tiba
seorang perempuan paruh baya muncul di hadapannya.
“Katty kan?”
tanya perempuan tersebut.
Katty
membelalak menatapnya. Wanita itu berbusana resmi, anggun, mahal, dan tampak
angkuh di usia senja. Katty berfikir sebentar berusaha mengingat wajah itu.
“Mrs. Clever?” tebaknya.
Wanita itu
tersenyum “Agaknya kau tidak lupa. Bagaimana kabarmu? Sudah cukup lama ya,
sejak ayahmu meninggal dulu.”
Pasangan
Clever adalah salah satu tetangga di Oxford yang mengenal keluarga Katty. Putri
mereka, Angela, dua tahun lebih tua dari Katty, sangat cantik, dan kabarnya
telah lama menapaki karir di dunia fashion. Sekitar lima tahun yang lalu
pasangan itu pindah ke Birmingham.
“Joe ternyata
teman sekolah direktur penerbitan. Dia mengundang kami berdua, bersama Angela
juga tentunya, untuk hadir. Sayang, Angela masih berada di Paris. Yah, kau tahu
sendiri bagaimana dunia fashion itu.”
Katty
setengah mati ingin seseorang menyelamatkan dia dari perjumpaan tak terduga
dengan wanita sombong ini.
“Oh ya,
bagaimana kabar Drake Muda, tetanggamu itu? Apakah kau masih sering bertemu
dengan dia sewaktu kalian di Oxford? Seingatku kalian dulu sangat dekat semasa
kanak-kanak. Tetapi memang sulit mempertahankan keakraban masa lalu. Apalagi
dia sekarang sudah sangat sukses. Bujangan kaya dan tampan, mungkin terlalu
sibuk untuk menemui kembali teman kana-kanaknya. Orang biasanya begitu. Itu
normal.”
Katty
memendam kedongkolannya dalam hati. Ingin dihapusnya cengiran puas diri di
wajah wanita itu dengan mengatakan bahwa Sev dan dia sekarang bukan hanya masih
akrab, namun juga telah menjadi sepasang kekasih. Tapi emosi tak akan membawa
kemana-mana. Maka alih-alih membantah Katty hanya tersenyum manis, “ Agaknya
begitu. Apalagi sekarang saya juga sudah sibuk di London.”
“Anak muda
jaman sekarang, terlalu asyik dengan dunia karir dan tidak peduli kepada
kehidupan berkeluarga. Kalian para gadis, tidak perlu harus mengejar karier
terlalu tinggi. Yang perlu kalian lakukan hanyalah mencari leki-laki yang cukup
baik dan kaya dan kalian akan hidup bahagia. Angela juga. Dengan wajahnya yang
cantik dan posisi kami yang cukup terpandang, dia tidak perlu harus bekerja
sekeras itu bila Severus Drake berencana mempersuntingnya.”
Eh? Katty
merasa telinganya berdenging.
“Oh, ayolah,
sayang...” Mrs. Clever melanjutkan melihat keterkejutan di mata Katty. “Sev
mungkin tak menceritakannya padamu. Mereka berdua telah liburan bersama ke
Hawaii musim dingin akhir tahun lalu. Apalagi yang terjadi bagi dua orang itu
selama dua minggu di pulau yang eksotis itu selain percintaan yang menggebu?
Dan kami yakin kali ini mereka telah saling serius. Sev begitu kaya, sukses,
dan tampan sementara Angela kami yang cantik pasti merupakan pasangan yang
cocok untuknya. Laki-laki dengan kedudukan seperti Severus membutuhkan pasangan
yang mengerti dengan baik lingkungan sosial kelas atas. Kami benar-benar tak sabar
menunggu kabar bahagia mereka. Sayangnya baik Sev maupun Angela masih malu-malu
untuk mengatakannya. Bahkan waktu kami bertemu saat makan malam minggu lalu
mereka juga masih berusaha menutupi hubungan mereka. Ya ampun, kami benar-benar
penasaran.”
Mrs. Clever
terus berbicara tanpa menyadari betapa wajah Katty memucat. Simon yang berada
di seberang ruangan melihat sekilas kepada Katty dan segera tersadar bahwa
Katty tengah memancarkan sinyal SOS.
***
Pukul delapan
malam. Sev memutar kunci dan membuka pintu, melangkah memasuki mansionnya dengan
perasaan lega dan penuh antisipasi. Pekerjaannya yang seolah tak pernah
berakhir, meeting panjang seolah tanpa henti, negosiasi alot yang menguras
seluruh energi hingga tak menyisakan apapun saat dia pulang, pada akhirnya
mencapai titik akhir dengan menorehkan kesuksesan dalam daftar panjang
keberhasilannya. Trend investasi skala besar di kawasan Asia telah pula
menghinggapi para klien kelas kakap yang selama ini ditangani oleh Sev. Bayang-bayang
suram ekonomi Amerika dan Eropa menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi
pemegang kapital skala internasional yang bergerak di bidang produksi massal.
Sebaliknya kebangkitan wilayah timur begitu menggiurkan dengan semakin
membengkaknya jumlah penduduk dengan kemampuan menengah yang bersiap menjadi
konsumen baru. Menghadapi prospek cerah di benua timur dan meninggalkan
bayang-bayang kemakmuran Eropa yang diperkirakan hanya akan menjadi kenangan
belaka. Sev sebagai salah satu rekanan termuda dan memiliki segala kepiawaian
yang dibutuhkan seorang pengacara korporasi harus mengawal klien-klien utama
dalam melakukan ekspansi pasar ke Asia. Dibutuhkan segala kecerdikan dan
ketangguhan untuk menembus birokrasi dunia baru, menyiasati segala
undang-undang perdagangan dan keuangan serta kelihaian tingkat tinggi untuk
menyelip di sela perlindungan yang diterapkan oleh negara-negara yang memasang
sistem dumping demi melindungi perekonomian lokal dari serbuan investor asing.
Proyek yang sudah dimulai sejak berbulan-bulan lalu mencapai puncaknya justru
dalam minggu-minggu terakhir ini.
Jelas waktu
yang sangat tidak tepat karena di saat Sev sangat ingin memfokuskan seluruh
perhatiannya pada Katty. Katty yang telah membawa kenyamanan dan ketentraman
dalam mansion mewah miliknya yang selama ini selalu terasa dingin dan kaku.
Hanya dengan melangkahkan kaki memasuki ruangan depan, Sev sudah merasakan
semburan keberadaan Katty di wilayah pribadinya. Membayangkan gadis itu
terlelap di sofa, atau mendengar senandung pelannya saat asyik di studio telah
cukup membawa pergi semua beban pekerjaan dari pundaknya. Kattynya yang mungil
dengan mata coklat almond dan bibirnya yang seksi, yang selalu menghampiri
benaknya, bahkan di saat paling tidak tepat sekalipun, seperti saat dia harus
memeriksa berkas-berkas hukum yang disiapkan oleh asistennya atau dalam
perbincangan penting yang terjadi dalam jamuan makan malam resmi, dan selalu
membuatnya hampir gila karena ingin segera pulang. Katty yang sejak
kehadirannya bertahun-tahun lalu telah meBahkan dengan satu kerlingan saja
telah sanggup membuat Sev melepaskan semua kontrol dirinya dan segera membopong
Katty ke kamar utama, sarang cinta mereka.
Hampir
setelah percintaan mereka yang pertama Sev tak lagi mengijinkan Katty menempati
kamar tamu. Dia sendiri yang memindahkan semua barang pribadi Katty ke dalam
kamarnya. Dan sekarang Sev bisa melihat deretan parfum dan make up Katty
menempati meja riasnya. Baju-baju Katty telah pula tergantung berjajar
mendampingi pakaiannya di lemari besar di kamarnya. Mereka pun berbagi laci
untuk menyimpan tumpukan pakaian dalam dan aneka pernik lainnya. Perasaan dekat
dan intim menghangatkan hatinya manakala mereka bergantian memakai kamar mandi
yang sama, sikat gigi Katty berada bersisian dengan miliknya, atau alat cukur
Katty yang berwarna pink dan tumpul tampak imut dan cantik mendampingi miliknya
yang punya pisau ganda. Bahkan hanya dengan tumpukan dua handuk lembab bekas
dipakai atau baju-baju kotor mereka yang tertumpuk di keranjang cucian Sev merasakan
Katty memenuhi hatinya, lebih dari belasan tahun hubungan mereka.
Sev bukan
pria sok suci. Dia menyadari benar seperti apa dirinya dan hubungan-hubungannya
dengan banyak wanita. Dunia yang mungkin tidak akan siap untuk dikenalkannya
pada Katty. Namun dia ingin Katty lebih mengenalnya, lebih memahaminya, bukan
untuk mencari pembenaran atas sikapnya di masa lalu, namun lebih untuk menciptakan
landasan kuat bagi hubungan asmara mereka yang masih teramat sangat muda. Sev
ingin bila saatnya tiba ia ingin Katty melihatnya secara keseluruhan, baik dan
buruknya dia dengan adil sebagai satu kesatuan manusiawi bagai dua sisi keping
mata uang. Dia ingin Katty yakin bahwa Sev lah lelaki satu-satunya yang memang
diciptakan untuk membahagiakannya.
Sev melirik
jam tangan platina tipis di pergelangan tangannya dan kaget manakala sadar
bahwa jarumnya sudah menunjuk ke pukul sepuluh malam. Dan Katty belum juga
pulang. Mungkin dia sedang ketemu teman-temannya. Tetapi, brengsek sekali
kenapa dia tidak meninggalkan pesan? Dan handphonennya pun kenapa dimatikan?
Sev sudah beberapa kali mencoba menghubungi tanpa hasil.
Saat waktu
menunjukkan pukul sebelas Sev merasa keringat dingin mengaliri punggungnya.
Berbagai skenario jahat berputar di kepalanya. Pikiran yang tak mampu
dicegahnya mengingat betapa mandirinya Katty, yang merasa London sudah sebagai
kota taklukannya sehingga menumpang kereta bawah tanah pun dilakoninya. Sev
berharap semoga Katty punya cukup akal sehat untuk tidak berkeliaran sendirian dan
memilih transportasi yang lebih aman.
Menjelang
pukul dua belas Sev akhirnya mendengar pintu depan di buka dan suara Katty yang
memberi salam perpisahan kepada siapapun itu menggema halus menyirami emosinya
yang sudah di puncak kepala. Dari ruang duduk diamatinya gadis kesayangannya
itu melenggang masuk dalam balutan busana pesta yang diakui Sev sangat cocok
untuk Katty. Sev menyaksikan manakala Katty tiba-tiba sadar bahwa dirinya
sedang diamati serta merta menoleh, membalikkan langkahnya yang semula menuju
ke tangga dan bergegas menghampirinya.
“Sev...”
“Brengsek !
Dari mana saja kau selarut ini baru pulang?” semburnya marah tanpa bisa
ditahan.
Katty terkejut.
Dia benar-benar tak menyangka Sev sudah berada di rumah dalam busana santai,
tanda dia pulang dari tadi. Dan lebih terkejut lagi saat Sev menegurnya penuh
kemarahan.
“Aku tak
menyangka kau pulang cepat. Biasanya kau pulang lewat tengah malam.”
“Jadi kau
memanfaatkan ketidak-beradaanku dengan main-main di luar?”
Wajah Katty
berkedut. Tak sampai lima detik tiba-tiba kemarahan yang selama ini terbenam
dalam dirinya menggelegak ingin dilampiaskan. Mata coklatnya berkobar. “Aku tak
pernah usil dengan jadwalmu yang tidak wajar. Aku merasa diriku cukup dewasa
untuk menerimamu yang sering pergi tanpa pemberitahuan yang layak. Aku tak mau
membebani kepalaku dengan kemarahan dan prasangka yang tidak perlu karena aku
merasa telah mengenalmu dengan sangat baik. Untuk itu aku mengharap perlakuan
serupa darimu. Tetapi sepertinya aku salah,” dengan kata-kata itu Katty
mendekat dengan berani menghampiri Sev. “Apa yang kau katakan main-main itu
sebetulnya adalah aku menghadiri pesta gala dinner perusahaan. Kau terlalu
sibuk sehingga aku sengaja tidak memberitahumu. Aku pergi dengan Simon, temanku
yang sudah kau kenal. Namun kau sangat tidak adil karena kau tak pernah menceritakan
apapun kepadaku. Sehingga acara makan malammu dengan Angela Clever minggu
kemarin harus aku dengar dari Mrs. Clever yang sangat menantikan kalian berdua
meresmikan hubungan, meneruskan apa yang kalian rencanakan di Hawaii pada
liburan musim dingin tahun lalu.”
Sev merasa
semburan hawa dingin membekukan hatinya.
“Dan mungkin
bukan hanya Angela yang harus kau kenalkan lagi kepadaku. Perempuan-perempuan
lain dengan siapa kau menghabiskan waktumu selama ini, mungkin ada baiknya kau
bawa kepadaku sehingga aku tidak harus mendengarnya dari orang lain. Namun
sebaliknya kau tak perlu terlalu marah dengan teman laki-lakiku. Karena tidak
seperti dirimu yang sukses dan populer, lingkup pergaulanku dengan laki-laki
sangat terbatas, dan tentu saja tidak akan sebanding dengan petualangan
asmaramu.”
Dengan kata-kata itu
Katty pun berbalik dan pergi meninggalkan Sev yang berdiri mematung. Namun Sev
tak perlu waktu lama untuk menemukan kesadarannya dan dalam sedetik dia
melangkah dan meraih Katty.