Tuesday, February 7, 2012

The Last Choice (6)

Bila ada perempuan yang sanggup memporak-porandakan pertahanan emosinya serta sanggup membuatnya melakukan apapun, maka Katty lah orangnya. Katty satu-satunya perempuan yang cukup punya nyali untuk mendebatnya dengan berapi-api, bahkan tak jarang balas menyerangnya baik dengan argumentasi maupun dengan fisik. Sejak semasa kanak-kanak Katty tak segan-segan mencubit maupun menjewer telinganya manakala Sev menggodanya. Dan dari semua itu Sev sangat menikmati pertengkaran-pertengkaran mereka karena biasanya hal itu tak akan bertahan lama. Tak sampai satu jam mereka sudah kembali berbaikan, berkuda bersama, menjelajahi hutan kecil di belakang rumah mereka, atau berenang di kolam pribadi yang ada di Drake Castle. Namun Sev tak tahan bila Katty memasang wajah terluka seperti itu. Sev tak suka mendengar kata-kata Katty yang diucapkan dengan begitu dingin. Dan Sev semakin tidak suka saat Katty, bukannya mendengar pembelaan darinya, malah berbalik dan meninggalkannya berdiri seperti orang tolol.

Namun tentu saja langkah pendek Katty tak imbang dengan tungkai panjang miliknya. Dalam sekejap Sev sudah melompat dan meraih Katty. Gadis itu tepat berada di anak tangga pertama dan Sev dengan gerakan menyentak memegang bahunya serta memutar tubuh Katty menghadap kepadanya. Namun alangkah terkejutnya Sev melihat betapa mata Katty telah basah dengan air mata. Sev begitu tersentak, refleks kedua tangannya bergerak menangkup wajah terkasih itu. Namun Katty, menolak merasa lemah, balas menatap mata gelap Sev dengan kobaran amarah di balik deraian air matanya.

“Katty, sayang, tolong jangan menangis. Aku tak tahan,” suara Sev parau.

“Kau mau aku seperti apa, Sev? Aku tak tahu harus bagaimana. Aku tak mau menjadi cengeng, aku tak mau menjadi lemah. Tapi aku tak bisa menahan perasaanku. Aku tak mengerti karena aku tak pernah mengalaminya. Aku tak pernah punya kekasih sebelumnya. Dalam situasi seperti ini aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Yang aku tahu dan baru aku sadari hanyalah ternyata aku tak mengenalmu sama sekali, kau yang laki-laki seperti itu. Aku hanya tahu kau seperti yang selama ini kufahami, kau yang kutemui di Drake Castle, laki-laki yang bisa kuandalkan. Bukan kau yang di London ini, bukan kau yang bujangan tampan dan kaya yang jadi incaran dengan barisan wanita di belakangmu. Aku kehilangan arah tentang hubungan kita sekarang,” Katty berkata dengan jujur.

“Katty...”

“Sev, kumohon untuk kali ini tolong kau mengerti aku. Biarkan aku sendiri untuk memikirkan semua ini.”

Melihat sinar permohonan di mata berwarna almond itu Sev tak berdaya. Dengan lemah dilepasnya tangannya yang menangkup wajah Katty. Dengan mata nanar dipandangnya gadis itu melangkah pelan menaiki tangga dan masuk ke kamar tamu yang dulu dia tempati tanpa sekalipun menoleh kepada laki-laki yang mengiringi kepergiannya dengan tidak rela.

Dan sekarang sudah hampir pagi namun Sev tak juga bisa memejamkan mata. Di tempat tidur berukuran besar yang sekarang ditempatinya sendiri itu terasa sangat dingin dan tidak nyaman. Dengan masam diliriknya bantal di sebelahnya yang kini kosong. Sialan kau Katty! Rutuknya dalam hati dan dalam sekali gerakan melompat bangkit. Kamar ini telah bertahun-tahun menjadi sarang pribadinya. Selama ini hanya petugas kebersihan yang diberinya ijin untuk memasukinya. Meski belum genap sebulan dia berbagi dengan Katty, namun gadis itu seolah telah berada di situ selamanya. Dan sekarang, saat dia tidak ada Sev merasakan lubang yang menganga, kosong dan hampa. Apa yang telah kau lakukan padaku, Katty? Desahnya putus asa.

Setelah yakin dia tak akan bisa tidur Sev beranjak keluar. Dengan nanar ditatapnya pintu kamar tempat Katty berada. Sev berusaha menahan diri, demi menghormati permintaan Katty, untuk tidak menerobos masuk. Namun akal sehatnya telah terbang entah kemana karena dalam sekejap melawan segala logika Sev malah membuka pintu itu. Manakala dia tidak mendapati Katty disana, dengan panik dia berderap menuju satu-satunya ruangan yang mungkin didatangi gadis itu. Studio.

Pintu ruang studio tertutup, namun tidak terkunci saat Sev memasukinya. Dan di sana, di kursi kerja, Katty tertidur dalam posisi duduk. Gadis itu tampak begitu muda dan damai. Wajahnya tampak tenang. Mulutnya yang setengah terbuka begitu menggoda. Dengan mendesah Sev mendekatinya. Dan dalam satu gerakan ringan diangkatnya Katty dan dibopongnya keluar menuju peraduan mereka berdua. Maafkan aku, Katty, aku bukannya tak menghargai permintaanmu, tetapi aku tak mau sendirian, katanya pelan seraya meletakkan Katty di atas tempat tidur besar itu. Sev mengatur posisinya di sebelah Katty, meraih gadis itu dan meletakkan kepalanya di relung bahunya dan setelah menyelimuti tubuh mereka berdua, hanya dalam hitungan menit Sev pun terlelap.

Katty terbangun, merasakan kehangatan yang melingkupinya sebagaimana yang selalu dia rasakan setiap pagi dia terbangun di sebelah Sev. Bila dulu Sev menjadi tempatnya bersandar melebihi saudara sekarang Sev bahkan telah menjadi pusat hidupnya. Sev menjadi orang terakhir yang ditatapnya sebelum matanya terpejam dan orang pertama yang ditemuinya saat dia membuka mata. Katty merasakan pesonanya, gairahnya, kehangatannya, perasaan naik turun bak roller coaster saat dia begitu percaya bahwa Sev hanya miliknya, namun juga saat dia merasa begitu terpuruk dengan ketidak-yakinan akan perasaan Sev kepadanya. Seperti semalam. Eh? Bukankah semalam...dengan panik Katty membalikkan badannya, berputar agar bisa menghadap Sev yang tengah memeluknya dari belakang.

Sev merasakan gerakan Katty yang tiba-tiba segera terbangun. Saat membuka mata yang didapatinya adalah mata almond Katty yang menyala dengan berang. “Keterlaluan kau, Sev!” desisnya penuh kemarahan dan berusaha berontak dari rengkuhan Sev.

Namun mana mau Sev melepaskan Katty begitu saja. Dengan erat dipeluknya gadis itu erat-erat. “Katty, sshh... jangan berontak, sayang,” Sev berusaha menenangkan Katty yang masih saja berusaha lepas.

“Sev!”

“Sayang...sshh...diamlah. Kita akan membicarakan ini dengan tenang sebagaimana layaknya orang beradab, oke?” Sev membujuk Katty. Menyadari gadis itu berhenti memberontak, dengan lembut Sev memegang dagu Katty dan menatap dalam-dalam ke matanya.

“Kalau kau pikir kau bisa mengintimidasiku di daerah kekuasaanmu ini, maka kau salah besar, Sev,” kata Katty memperingatkan dengan dingin.

“Daerah kekuasaanku?” Sev tertawa pahit, “Sayang, asal kau tahu rumah ini telah menjadi milikmu. Aku tak bisa membayangkan tempat ini tanpa kamu. Kau pikir kenapa aku harus ambil resiko menerima kemarahanmu dengan membawamu kembali ke kamar ini semalam bila aku masih bisa tinggal di sini sendirian?”

Katty membelalakkan mata.

“Itulah arti dirimu bagiku, sayang. Aku tak ingin mencari pembenaran atas sikapku yang buruk kepadamu hari-hari terakhir ini. Itu salahku karena aku begitu ingin semua pekerjaan besarku selesai sehingga aku akan bisa punya lebih banyak waktu untuk kita. Aku juga sangat bersalah karena tak bisa terus terang kepadamu. Karena apa yang kau katakan itu benar adanya. Masa laluku tidak bersih sepertimu. Aku memiliki banyak hubungan dengan banyak wanita. Aku laki-laki sehat, meski sekarang bila aku ingat kembali aku merasa sangat malu. Dan aku lebih merasa malu lagi karena aku tak bisa mengingat dengan baik siapa dan bagaimana wajah mereka. Karena itu sudah lama sekali. Sebelum kita menjadi seperti ini. Dan sekarang aku hanya bisa mengharap kau cukup mengenalku untuk mempercayai bahwa aku tak akan mungkin mengkhianatimu.”

Katty membalikkan tubuhnya membelakangi Sev, hanya bisa diam dan mencerna semua perkataan Sev. Tahun-tahun yang terentang membentuk hubungan mereka berdua sejak dia berusia lima tahun, melewati masa kanak-kanak hingga masa dewasanya, dengan Sev selalu berada di sisinya. Siap menjadi pelarian dan sandaran. Memberinya kepercayaan diri bahwa dirinya masih memiliki orang yang bisa diandalkan, yang bisa menerimanya sebagaimana adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya tanpa menuntut dan menghakimi. Sekokoh itulah hubungannya. Namun ketika asmara terlibat di antara mereka kenapa dia menjadi goyah dan ragu? Seolah dia kehilangan figur dan arah tentang Sev, Severus Drake-nya.

“Entahlah, Sev. Di otakku aku tahu semua. Aku dengan mudah dan jelas bisa mengerti bahwa kita mempunyai dasar hubungan yang sangat kuat. Kau dan aku sudah mengenal begitu dalam sampai-sampai terasa menyebalkan untuk diucapkan. Namun di dalam hatiku aku tak bisa mencegah apa yang kurasakan. Aku merasa marah dan terabaikan. Bukan begini hubungan asmara yang kuinginkan. Aku tahu kau bekerja keras dan sangat mencintai pekerjaanmu. Namun emosi jahat dalam diriku selalu menuntut kenapa kau tak mau meluangkan waktu sedikit saja untukku? Tak cukup berhargakah aku untuk mendapat waktumu? Toh kita baru saja jadian. Harusnya aku merasa di awang-awang, menikmati segala perhatian dan pujian konyol dan penuh omong kosong sebagaimana gadis-gadis tolol lain. Tak bisakah aku mendapatkannya tanpa harus meminta?”

“Katty...”

“Diamlah, Sev, dengarkanlah semua omonganku, selagi aku cukup punya kegilaan mengatakannya kepadamu meski nanti mungkin aku akan sangat menyesal. Meski aku tak ingin memikirkannya jauh di dalam hatiku selalu ada keraguan akan hubungan kita. Selama ini aku tak pernah meragukanmu sebagai seorang kakak laki-laki ideal setiap gadis, namun sebagai kekasih?” Katty bangkit dan duduk, menarik Sev duduk saling berhadapan. “Tolong lihatlah aku baik-baik. Apakah aku cukup punya daya tarik untuk memikat lelaki tampan sepertimu? Cukup istimewakah aku untuk mendapatkan komitmenmu? Kau harus jujur pada dirimu sendiri, Sev. Aku tak mau kau terperangkap dalam fantasi kanak-kanak kita, ataupun ekpektasi orang tuamu tentang aku. Hal itu akan sangat menyakitkan bagiku sekaligus merendahkan akal sehatku. Aku ingin kau menjadi diri sendiri. Bukan sebagai kakak yang baik yang menjaga adik kecilnya, namun sebagai laki-laki sukses yang tampan, playboy yang senang dikelilingi wanita-wanita cantik dan trendy yang siap mendampingimu ke pesta-pesta mewah kelas atas yang akan membuat para klienmu terkesan. Semalam, menghadiri pesta perusahaan, bertemu dengan orang-orang, sesuatu yang selama ini selalu aku hindari, menyadarkan aku bahwa tentunya kau sangat familier dengan pergaulan sosial seperti itu. Kau membutuhkannya sebagai bagian dari profesimu. Dan aku tak yakin bahwa aku akan bisa menyesuaikan diri dengan gaya hidup seperti itu. Terlepas dari segala pembicaraan Mrs. Clever tentang kau dan Angela, sangat menyedihkan bagiku karena ternyata aku memerlukan wanita konyol itu untuk membuka mataku bahwa kau dan aku sangat berbeda. Sebagai pribadi kita tetap Sev dan Katty, tidak berubah seperti dulu. Tapi hidup sudah begitu kompleks kan?”

Sev memandangi gadis di depannya, menyadari penderitaan gadis itu selama ini. Menyeimbangakna antara logika dan perasaan, apalagi di usia hubungan asmara mereka yang masih sangat muda, bagi gadis yang praktis dan sederhana serta tanpa pengalaman seperti Katty tentulah bukan perkara mudah. Katty selama ini telah bersembunyi dalam cangkang aman yang tidak pernah mengijinkan dirinya untuk mengambil resiko dengan menerima orang lain cukup dekat dengannya baik secara fisik maupun asmara. Pengalaman buruk masa kanak-kanak, yang dimulai ketika ibunya meninggal, kemudian harus menerima perlakuan yang tidak adil dari ibu tiri yang membuatnya melarikan diri mencari kedamaian di keluarga Sev sedikit banyak sangat mempengaruhi perilakunya di masa dewasa. Kehadiran adik tiri yang jauh lebih cantik dan istimewa kian menekan rasa percaya dirinya hingga ke dasar. Hanya penerimaan Sev sekeluarga yang menerima dirinya sebagai bagian dari mereka yang membuat Katty tetap menjadi gadis yang ceria tanpa memperlihatkan luka-luka emosi masa lalunya. Khusus untuk Sev Katty bisa menerimanya karena Sev menawarkan perlindungan seorang kakak, sebagai bagian keluarga, kepadanya.

Sev mengutuki dirinya sendiri yang begitu gegabah dalam menangani perasaan Katty yang sensitif. Meski Katty cukup logis sehingga mau berterus terang mengungkapkan semuanya, namun tetap saja Sev merasa begitu bersalah karena tidak menyadarinya sejak awal. Dia yang tumbuh bersama Katty harusnya cukup menyadari kebutuhan gadis itu untuk pengakuan, memberinya jaminan rasa aman bahwa dia tidak akan tersakiti.

“Rupanya semalam kau telah berfikir sangat keras untuk merumuskan hubungan kita, sayang.”

“Sev, salah seorang di antara kita harus ada yang melakukannya. Bila kau terlalu sibuk untuk memikirkannya, maka mau tak mau akulah yang kebagian tugas itu.”

“Sayang, aku tak pernah merasa harus memikirkannya sedalam itu karena aku sudah sangat yakin dengan perasaanku padamu. Aku tak perlu menimbang dan meninjaunya dari segala segi, termasuk tentang omong kosong ekspektasi orang tuaku maupun fantasi kanak-kanakku. Aku orang terakhir yang akan memikirkan hal-hal tolol yang merasuki kepala cantikmu itu. Aku tak perlu membuat para klien terkesan dengan pasanganku. Aku bisa membuat mereka terkesan dengan kemampuanku sendiri, tak perlu hal lainnya. Jadi, satu hal yang harus kau pegang saat kau ragu kepadaku, kepada kekurang-ajaranku yang kadang tak sengaja menelantarkanmu, bahwa dengan begitu konyol aku telah jatuh cinta setengah mati kepadamu. Sejak dulu. Namun entah kenapa kekeras kepalaanku mengalahkan harga diriku untuk merendahkan diri dan mengakuinya secara gamblang kepadamu. Kau mengerti?”

“Sev...kau...kau...” Katty terperangah mendengarkan pengakuan Sev yang blak-blakan.

“Kau tak percaya kan, sayang?” tanya Sev sambil menyeringai. Kemudian dengan sayang, dielusnya kepala Katty, “Padahal untuk mengucapkannya aku harus membuang jauh-jauh segala gengsiku. Dan kau tak mempercayainya? Sayang sekali. Aku tak tahu, bila klienku mengetahui ini mereka mungkin akan berfikir ulang untuk memakai jasaku,” katanya dengan masam.

“Karena kau tak pernah mengatakan padaku,” balas Katty pedas.

“Kuakui itu memang salahku.”

“Salah satu dari kesalahanmu. Kau belum menjelaskan soal Angela,” Katty mengejar tanpa ampun.

“Satu-satu, sayang, atau kepala cantikmu itu akan meledak. Seharusnya dengan keagresifanmu mengejar kebenaran sebuah berita, aku heran kenapa kau dulu tidak menjadi wartawan saja.”

“Sev!” seru Katty putus asa.

“Baiklah. Aku berjanji untuk menceritakan semuanya, tapi nanti. Namun satu hal yang pasti adalah Angela Clever itu tak cukup berharga untuk membuatmu cemas. Tak ada apapun di antara aku dan Angela. Aku menjamin itu.”

Kemudian tanpa Katty duga Sev bangkit dan membawa Katty bersamanya. Berat badan Katty sama sekali tak ada artinya bagi Sev.

“Hei, mau kau bawa kemana aku?” protesnya.

“Sudah siang. Aku lapar. Paling tidak kau cukup berbaik hati untuk memberiku sarapan.”

“Kau membuatku sulit mempercayai kata-katamu tadi. Jangan-jangan kau membutuhkanku di sini hanya untuk menyiapkan sarapan untukmu? Kan sudah kubilang kau cukup cari pelayan yang akan melayanimu dengan lebih baik.”

“Aku tak mau berhubungan seks dengan pelayan.”

“Kau keterlaluan!”

“Dan kau tak masuk akal!”

Pagi itu mereka menyaipkan sarapan dengan ribut. Saat roti sudah keluar dari toaster, ham dan telur sudah di goreng, serta sepoci kopi yang wangi mengepul tersaji di meja sarapan kecil di teras dapur mansion mewah itu, bukannya cepat-cepat menikmati sarapan, namun Sev malah menarik Katty duduk dipangkuannya. Diputarnya tubuh gadis itu hingga mereka saling berhadapan. “Kau tak bisa berpura-pura melupakan kewajibanmu untuk menciumku,” katanya sebelum dengan ganas melumat bibir Katty.

Katty gelagapan menerima luapan gairah Sev yang membabi buta. Dalam sekejap mereka telah melupakan semua yang telah repot-repot mereka siapkan. Untungnya kursi itu cukup kokoh untuk menyangga aktifitas fisik mereka yang seolah tak pernah terpuaskan. Saat semua telah selesai, Katty menempelkan dahinya di dahi Sev. Nafas keduanya sama-sama memburu.

“Kau bohong, Sev,” katanya pelan.

“Hmm?” Sev menelusuri leher Katty denga ujung hidungnya.

“Kau berjanji untuk membicarakan semuanya layaknya orang beradab. Tapi kau justru bertingkah bar-bar.”

Sev tertawa terbahak-bahak. “Aku kehilangan semua akal sehatku bila sudah menyangkut kamu, Katty. Tapi meski begitu aku tetap ingat bahwa kau belum pernah mengatakan apa yang kau rasakan kepadaku. Kau belum menjawab perasaanku meski kau dengan begitu tak tahu diri telah menerima layanan seksku yang luar biasa. Tapi sayang, kau harus ingat siapa aku, aku akan menagihnya, dan terus menagihnya, hingga kau mengatakan semuanya kepadaku.”

“Kau hanya buang-buang waktu,” ejek Katty. “Ini sudah siang. Kau akan terlambat untuk bekerja.”

“Ini akhir pekan.”

“Oh ya? Aku lupa kau tidak bekerja di akhir pekan.”

“Kau ke Jepang akhir pekan lalu.”

“Itu harus kulakukan sayang bila ingin minggu depan kita bisa pulang ke Oxford.”

“Sev! Kau serius?” Katty membelalak tak percaya. Kegembiraan berpendar di mata almondnya.

“Tentu,” Sev menyeringai. “Dan aku mengharapkan ungkapan rasa terima kasih yang sepadan.”

“Untuk itu kita perlu makan. Aku tak mau kau pingsan di tengah jalan,” Katty tertawa mengejek.

“Kau meragukanku, sayang?”

Tentu saja tidak. Untuk urusan satu ini tak sekalipun Katty meragukannya.

11 comments:

  1. Luph this story so much, thank you sis Olly. Ditunggu buat cerita Fraam n Lucy jg ya. ( ◦˘з(◦'ںˉ◦)

    ReplyDelete
  2. OMG! so sweet!!!!! cerita ini soooo deep!!!! ngiri pingin bs bikin tulisan kek ginih XDDD

    ReplyDelete
  3. like it so much, lanjot olly keren banget

    ReplyDelete
  4. thank's for apdetnya....
    ditunggu apdet2 yg lain....

    ReplyDelete
  5. kyaaa.... sukaaaaa bgdd.... ohh sev, pengertian bgd dengan katty.... suka suka sukaaa mom olly.... tambah plissssssssssssss..... >_<

    ReplyDelete
  6. huhuhu...mupeng habis bacanya
    kok bisa ya cowok cinta mati gini
    sista lanjutkan yaks

    narty-nid

    ReplyDelete
  7. aku paling suka kl mereka abis bertengkar, selalu romantis,bikin iri..he..he, makasih updateannya Sist Olly.

    ReplyDelete
  8. uwaa~~,,ketinggala~~nn

    2 jempol buat sis olly,,
    ituh pd ngapain sih di meja makan,,,xixixi

    ReplyDelete
  9. kan udah jelas, Neng, itu tanya ama kursinya, xixixi...betewe, kita pindah rumah lho. Samperin sana gih!

    ReplyDelete
  10. udah mampir..krn wkt mau bc ch 6ny ga bisa pk rmh lama...eh..tau2nya ada rmh baru pindahan...hee

    _aan_

    ReplyDelete
  11. Jadi ngebayangin dicium sev...hehehehe sluuuurrrpppp :D

    ReplyDelete