Tuesday, May 3, 2011

Fourth : You Are The One I Love

Mizuki buru-buru menyambutnya saat Masumi melangkah tenang memasuki ruang meeting.
“Semua peserta rapat sudah hadir, Mizuki?” tanyanya tanpa menghentikan langkah.
“Sudah, Pak, mereka sepertinya banyak yang memutuskan menginap di sini semalam. Beberapa datang dengan pesawat dinihari tadi,” Mizuki dengan tangkas mengikuti langkah-langkah panjang Masumi.
“Kamu sendiri, Mizuku, menginap dimana?” tanya Masumi, tiba-tiba merasa iseng.
“Terimakasih atas perhatian And, Pak Masumi, tapi dimanapun saya menginap bukanlah hal penting selama saya tiba disini tepat waktu serta mempersiapkan segala sesuatunya sesuai keinginan Anda.”
Masumi hanya tersenyum. Mizuki, selain seorang sekretaris yang handal, juga seorang wanita yang teramat sangat tegas. Judes mungkin kata yang lebih tepat. Mungkin itu menjadi salah satu alasan kenapa Mizuki masih sendiri hingga sekarang.
“Oh ya, Pak Masumi, bagaimana kamar yang saya pesan untuk Anda berdua? Apakah cukup memuaskan?” tanya Mizuki, binar dimatanya menunjukkan niatnya untuk menggoda atasannya.
“Sangat memuaskan, Mizuki, terima kasih. Hanya saja mubazir pesan dua kamar karena kami ternyata cukup butuh satu kamar,” jawab Masumi santai.
“Ha???” Mizuki terkejut sekali.
“Nah, sekarang kamu bisa membayangkan sendiri, Mizuki,” Masumi berkata santai sambil berlalu, meninggalkan Mizuki yang terkejut setengah mati dengan berjuta fantasi memenuhi kepalanya.
Masumi menghabiskan waktu hampir sejam di ruang pribadi yang sengaja dipesan khusus untuknya. Dia perlu waktu untuk mempelajari beberapa materi sebelum bertarung di ruang rapat. Semalam dia sempat mempelajari dokumen-dokumennya, tapi belum semuanya. Godaan untuk memeluk Maya yang tengah tertidur nyenyak begitu kuatnya. Masumi pun akhirnya mengijinkan dirinya untuk mengesampingkan pekerjaan untuk sementara. Dia sudah sekian lama bekerja begitu keras. Namun masa-masa paling suram hidupnya yang membuatnya sepuluh kali bekerja lebih keras adalah tiga tahun terakhir ini. Bukan berlebihan bila dia merasa semalam adalah pertama kalinya dia bisa tidur dengan nyenyak dalam waktu tiga tahun terakhir. Pagi tadi melalui cermin kamar mandi dia memandangi wajahnya sendiri. Masih tirus seperti semula, namun tidak lagi pucat. Kilau yang dulu tak pernah ada tadi pagi muncul di kedua matanya. Dan pagi ini, penuh energi, penuh semangat, dia memasuki arena rapat penting yang biasanya membuatnya harus bersusah payah menyembunyikan kegugupannya. Hari ini nampaknya Masumi baru telah lahir.
Daito adalah sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dibidang transportasi, infrastruktur, dan entertainment. Awalnya dia dididik ayahnya untuk menjadi ujung tombak divisi entertainment, yang juga memberinya jabatan Direktur Kesenian Daito. Pekerjaan tersebut yang mengenalkannya pada Bidadari Merah. Masumi selama waktu itu tak pernah sedkitpun tertarik untuk menengok divisi lain yang tak kalah memberi kontribusi dalam membesarkan Daito. Namun tiga tahun lalu, dia meminta pada ayahnya untuk diberi tanggung jawab lebih dan dilibatkan dalam dua divisi lain. Sekarang bisa dibilang tinggal selangkah lagi untuk membuktikan bahwa dia mampu memimpin Daito secara keseluruhan. Ambisinya yang luar biasa, sifat pantang menyerah dan tahan banting sangat menunjang dalam mempercepat perjalanan karirnya. Apalagi dia merasa bahwa bekerja adalah satu-satunya pelarian yang aman baginya dan sarana untuk melupakan hidupnya yang pahit dan suram.
Hari ini untuk pertama kali dia akan mengadakan rapat yang akan dihadiri semua pembesar Daito, dari semua divisi, dan berasal dari seluruh penjuru negeri. Dia merasa perlu membuktikan pada ayahnya, terlebih pada dirinya sendiri, bahwa dia mampu. Pagi ini semua energi seperti menggelegak memenuhi dirinya. Dia tak pernah mengalami hal seperti ini. Dia tak pernah melihat sinar matahari begitu cerah. Semua benar-benar baru. Maya...desahnya rindu. Tunggu aku, sayangku...
***
Sementara itu Maya yang masih melamun di sofa kamar Masumi, masih belum bisa mencerna sepenuhnya apa yang terjadi pada dirinya sejak kemarin. Segalanya begitu cepat. Masumi telah mengakui jati dirinya sebagai Mawar Jingga. Dan lelaki itu juga telah bersikap layaknya kekasih padanya. Apa yang akan dia katakan pada Maya nanti malam? Apakah dia akan mengatakan bahwa dia mencintai Maya? Auw!! Wajah Maya memerah malu. Dia tak berani banyak berharap. Dia takut kalau kecewa nanti. Maya merasa aneh. Dalam karir, dia sangat berani bertaruh, bahkan peluang 1% sekalipun akan dikejarnya. Namun dalam urusan asmara dia merasa sangat takut.
Bunyi ponsel menyadarkan Maya dari lamunannya. Semoga Pak Masumi, harapnya cemas sambil meraih ponsel yang tergeletak di meja. Ternyata Rei...
“Halo Rei...”
“Maya! Kamu dimana? Kami semua cemas menunggumu!” semprot Rei tanpa aba-aba.
“Maaf, aku di Yokohama. Aku kemarin dari bandara langsung ke Yokohama. Maaf aku tidak mengabarimu.”
“Dasar kamu ini, Maya, tetap saja bodoh dan menyusahkan! Kami semua cemas, tahu!”
“Iya, iya, aku tidak sengaja, aku lupa. Menurut Pak Masumi aku lebih baik tidak kembali ke apartemen dulu, karena kalau wartawan tahu aku pulang, mereka akan berkerumun di depan pintu dan membuat kita semua menjadi gila,” Maya berkata dengan lugunya
“Pak Masumi? Memang ada urusan apa kamu dengannya?” Rei bertanya heran.
Maya merasa wajahnya memerah, “Anu... aku kemarin dijemput Pak Masumi di bandara. Kemudian aku ikut ke Yokohama, Pak Masumi ada rapat di Yokohama. Dan sekarang aku ada di hotel, sedang berada di kamar Pak Masumi.”
“Maya!” Rei terkejut setengah mati.
“Aku akan menceritakan kepadamu nanti kalau aku pulang, Rei, ceritanya panjang. Tapi tolong, jangan bilang siapa-siapa ya kalau aku di sini.”
“Maya, sejak tadi Sakurakoji terus menanyakanmu, aku harus jawab apa?”
Maya terdiam. Dia sama sekali lupa pada Sakurakoji. “Hm... bilang saja aku ingin bersembunyi dulu. Nanti aku akan menghubunginya kalau aku sudah siap.”
“Lalu kapan rencanamu kembali, Maya?”
“Entahlah, Rei, aku belum pasti. Nanti aku kabari ya.”
“Asal kamu tidak lupa lagi saja, Maya.”
“Iya, iya, aku janji.”
“Oke, Maya, jaga diri baik-baik ya.”
“Iya, tenang. Aku akan aman bersama Pak Masumi.”
“Kamu ini, Maya, dimana-mana selalu saja merepotkan. Oke deh, bye!”
Maya menutup teleponnya. Lalu dia memutskan kembali ke kamarnya. Pak Masumi pasti lama, dia ingin jalan-jalan di kota kelahirannya. Dia juga ingin mengunjungi restoran tempat tinggalnya dulu bersama ibunya. Dengan riang dia melangkah keluar.
***
Seperti perkiraannya semula, Masumi sangat sibuk hari ini. Namun pada jam makan siang dia menyempatkan diri menelpon Maya.
“Halo, Mungil, bagaimana kabarmu sekarang?” sapanya riang.
“Pak Masumi, saya sedang mengunjungi restoran tempat tinggal saya dulu. Mereka menawari makan siang disini. Pak Masumi sudah makan siang?”
“Kami mau makan bersama di restoran hotel, Maya, dengan seluruh kolega. Tadinya aku mau mencuri waktu untuk menemuinya, tapi sepertinya tidak bisa.”
“Pak Masumi, Anda harus berkonsentrasi terhadap pekerjaan! Jangan pikirkan saya, saya baik-baik saja, oke?”
“Iya, iya, kalau baegitu, jaga diri baik-baik ya, Mungil, tunggu aku malam ini.”
Masumi tersenyum mengakhiri pembicaraannya. Hatinya yang sedang berbunga-bunga terpancar jelas di wajahnya, dan tak luput dari perhatian Mizuki yang kritis.
“Pak Masumi, melihat tingkah Anda, sepertinya semua berjalan lancar dengan Nona Kitajima,” komentar Mizuki saat memasuki ruangan.
“Lancar? Ini lebih dari lancar, Mizuki,” Masumi menyeringai lebar.
Mizuki hanya menghela nafas dalam-dalam melihat tingkah atasannya.
***
Maya sedang menyusuri pelabuhan sendiri, mengingat saat-saat indah dalam pelukan Masumi kemarin ketika handphonenya berbunyi. Sebuah pesan dari Sakurakoji.
Maya, kamu berada dimana? Kenapa kamu tidak menghubungiku? Kenapa pula kamu tidak mau menerima teleponku? Cepat hubungi aku, Maya, aku rindu.
Maya tersenyum getir membaca pasan Sakurakoji. Sakurakoji selalu baik hati. Tetapi telah sekian lama Maya berpikir bahwa kebaikan Sakurakoji telah mengungkungnya. Pemuda itu menjadi sangat posesif terhadapnya dan menolak kata tidak. Maya dengan gamblang telah menjelaskan bahwa perasaannya pada Sakurakoji tak lebih dari sayang sebagai teman. Perasaan cintanya telah diberikan kepada laki-laki lain, Mawar Jungga. Jadi tidak ada lagi ruang di hatinya untuk Sakurakoji. Liontin lumba-lumba yang dulu dibelikan Sakurakoji telah pula dikembalikan, tetapi pemuda itu selalu memaksa Maya untuk menerimanya kembali.
Saat di London Sakurakoji telah menemuinya sekali, kembali membawa pembicaraan yang sama. Ujung-ujungnya mereka bertengkar. Sakurakoji menuduh Maya tidak realistis karena mencintai orang yang hanya ada dalam fantasinya, sementara Maya mengatakan dengan pedas bahwa Sakurakoji tidak berhak menghakiminya, karena pemuda itu tidak tahu apapun tentang Maya dan Mawar Jingga.
“Apakah kamu juga akan mencintaiku sebesar itu andaikan aku seorang lelaki kaya raya yang bisa memberimu materi yang begitu banyak? Yang bisa menyekolahkanmu, mebiayai pengobatan gurumu, hingga memperbaiki gedung tempat pertunjukanmu?”
Maya langsung menampar Sakurakoji. “Tega sekali kau menganggapku serendah itu, Sakurakoji! Tak kusangka kau bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Padahal aku selalu berpikir kamu orang yang baik hati dan tulus,” kata Maya dengan marah.
“Tapi itulah kenyataannya, Maya. Kenapa kau tidak pernah bisa menerima perasaanku?” Sakurakoji dengan keras kepala tetap tak mau mengalah.
“Aku tak tahu, Sakurakoji, hadapilah kenyataannya bahwa aku hanya menyayangimu sebagai teman, bukan yang lain.”
Dengan kata-kata itu pun Maya pergi. Keesokan harinya ketika Sakurakoji kembali ke Jepang, Maya hanya menyampaikan selamat jalan melalui pesan singkat. Makanya ketika sekarang Sakurakoji kembali mengusiknya, Maya menjadi resah. Sakurakoji bisa sangat ngotot dan keras kepala bila dia mau. Maya khawatir ini akan mempersulit jalannya dengan Pak Masumi. Bibit-bibit cinta mereka berdua masih terlalu muda untuk menerima segala gangguan dari luar. Memang Maya yakin dengan perasaannya terhadap Masumi, tak akan berubah oleh apapun. Namun Maya tidak tahu bagaimana Masumi akan menerima Maya. Maya khawatir kalau Masumi akan salah sangka terhadap hubungannya dengan Sakurakoji. Selama hidupnya hanya sedikit laki-laki yang terlibat dengannya. Dulu sekali dia pernah berpacaran dengan Satomi, meski tidak berjalan mulus, namun Maya menerima saja itu terjadi dan menganggapnya sebagai satu fase hidupnya yang sekarang sudah berlalu. Hidup Maya terlalu penuh dengan ambisinya dalam dunia akting, hingga tak menyisakan energi sedikitpun untuk hal lainnya.
Sampai ketika kehadiran Masumi dan Mawar Jingga menggoncang emosinya yang mulai mekar. Masumi maupun Mawar Jingga hadir sejak Maya masih berusia 13 tahun. Saat itu Maya menganggap Mawar Jingga ibarat paman berkaki panjang yang merasa kasihan padanya dan menolongnya, sementara Masumi tak lama setelah perjumpaannya dengan Maya, Maya menganggap Masumi sebagai musuh yang telah membuat hidupnya, teaternya, bahkan gurunya, menderita, karena ambisinya untuk mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah. Perseteruan mereka terus terjadi hingga tanpa Maya sadari Masumi sebenarnya adalah orang yang selalu hadir mendampingi melalui semua masa yang sulit. Masumi dengan gaya dingin dan tanpa perasaan sebenarnya banyak berbuat demi kebaikan Maya. Hanya saja Maya yang terlalu muda belum bisa memahami semua itu.
Hingga saat Maya harus berakting menjadi Jane, Gadis Serigala. Pementasan yang mengawali masa dewasanya tersebut, disusul kejadian-kejadian yang diluar dugaannya, mengguncang pintu kesadarannya akan kehadiran lelaki itu. Dunia Maya seolah terbalik saat akhirnya secara tak sadar dia mengetahui bahwa Mawar Jingganya selama ini adalah lelaki yang sama yang telah dibencinya itu. Perlahan namun pasti perasaan Maya pun berubah. Hingga akhirnya menyadari bahwa dia telah jatuh cinta pada Masumi Hayami. Sebuah cinta membara yang tak akan pernah menemukan jalan kembali seperti semula. Cinta itu terpendam sekian lama, membuatnya tidak bisa menerima lelaki lain, termasuk Sakurakoji, padahal pemuda itu selalu menemaninya selama bertahun-tahun. Cinta yang sama yang membuatnya tak berkomentar sama sekali ketika tiga tahun lalu Mawar Jingga atau Masumi Hayami ‘menyingkirkannya’ ke London. Dengan hati hancur lebur Maya menerima keputusan lelaki pujaannya. Saat itu andai Masumi menghendaki Maya untuk bunuh diri, pasti gadis itu akan mematuhinya tanpa banyak bertanya.
Perkembangan yang terjadi dua hari terakhir ini benar-benar ibarat mimpi yang menjadi kenyataan. Maya serasa menjadi Cinderella di negeri dongeng yang akhirnya bertemu dengan sang pangeran. Tapi apakah mereka akan bahagia selamanya? Maya tak tahu. Maya tak berani memikirkannya. Biarlah dia merasakan kebahagiaan itu saat ini, dia tak mau menganalisa atau membuat rencana apapun. Akan diterimanya apapun itu selama Masumi berada di sisinya. Maya tahu banyak misteri banyak pertanyaan dan banyak pula luka masa lalu di antara mereka harus diselesaikan. Disamping juga pekerjaan mereka yang pastinya tidak akan semakin ringan seiring dengan naiknya posisi yang telah diraih keduanya. Namun biarlah itu menunggu sampai saatnya tiba.
***
Sudah hampir jam sebelas malam saat Masumi membuka pintu kamar hotelnya. Dia mendengar suara televisi, disusul kemudian dengan kemunculan Maya yang menyambutnya dengan senyum ceria.
“Selamat datang!”
“Aku pulang, Mungil,” Masumi membalas senyuman gadis itu. Dia terkejut ketika tahu-tahu Maya memeluknya. “Mungil, sambutanmu benar-benar luar biasa,” komentarnya sambil membalas pelukan Maya dengan lebih erat.
Maya hanya nyengir sambil menggandeng Masumi memasuki ruangan. “Bagaimana rapatnya hari ini, Pak Masumi?”
“Lancar sekali. Ingin mendengar detailnya?” tanya Masumi iseng.
Maya meleletkan lidahnya, “ Tidak tertairik!”
Masumi tertawa, lalu menarik Maya duduk di sebelahnya di sofa. “Mana ciuman untukku, hmmm...”
Wajah Maya langsung bersemu merah. Tapi dia melingkarkan lengannya di leher Masumi dan mencium bibir Masumi, yang dibalas lelaki itu dengan ciuman yang dalam menggelora hingga keduanya kehabisan nafas. Setelah melepaskan ciumannya dengan nafas terengah-engah, Masumi menarik Maya bersandar didadanya. Tayangan di televisi menampilkan film dokumenter tentang anak-anak dengan keterbelakangan mental.
“Kamu nonton ini?” Masumi mengerutkan alisnya heran menatap gadis dalam pelukannya.
“Iya, soalnya nanti saya harus membintangi serial drama dimana saya berperan sebagai gadis yang mengalami keterbelakangan mental,” jawab Maya.
“Daisuki?” Masumi teringat proposal drama tersebut.
“Iya. Perannya benar-benar menantang. Saya akan menjadi gadis bodoh, yang karena terlalu bodohnya hingga tidak sadar kalau dia sedang hamil, hingga kemudian saya harus membesarkan anak seorang diri, dengan kondisi mental saya yang terbelakang. Saya tak sabar untuk segera memulainya.”
“Selalu Maya yang sama, tak pernah berubah,” keluh Masumi.
“Omong-omong Pak Masumi sudah makan? Saya tadi makan burger dan kentang goreng.”
“Sudah, aku makan malam bersama klien.”
Maya menatap wajah Masumi, menangkupkan telapak tangannya di wajah Masumi. “Kenapa Pak Masumi kurus sekali?” tanyanya prihatin. “Apa Pak Masumi punya masalah?”
Masumi balas menatap mata bening wajah terkasihnya. “Saat ini satu-satunya masalahku, Mungil, adalah bagaimana aku harus mengutarakan perasaan cintaku padamu tanpa terdengar gombal dan murahan.”
Maya terjengit bangkit, “Pak Masumi...”
Masumi meraih kembali Maya dalam pelukannya. “Maya, sebenarnya aku ingin sekali mengajakmu makan malam di restoran yang bagus, memberimu bunga, dan mengajakmu berdansa, namun itu berarti aku harus menunggu waktu luang nanti. Sementara aku tak mau lagi menunda semua ini, Maya. Seharian ini aku sangat tersiksa, ingin segera mengungkapkan perasaanku, aku ingin kau mengetahui perasaanku sebenarnya.”
“Pak Masumi, saya tidak perlu segala kemewahan itu, saya sangat berbahagia hanya berada di sini, dipelukan Pak Masumi. Saya senang Anda membalas perasaan saya, cinta saya tak bertepuk sebelah tangan. Pak Masumi, saya sangat mencintai Anda,” Maya malu-malu menyembunyikan wajahnya di dada Masumi.
Masumi tersenyum bahagia, dibelainya rambut Maya. Semua seperti mimpi saja. Kalau benar ini , hanya sekedar mimpi, maka Masumi tidak mau terbangun.
Acara di televisi terlupakan. Mereka duduk berdua, berpelukan di atas sofa, tak seorangpun berkeinginan memisahkan diri. Tanpa kata-kata, hanya detak jantung yang saling bertaut seolah cukup untuk menjembatani perasaan mereka. Masumi bagai orang linglung, membelai dan mempermainkan rambut Maya, menghirup harumnya helai-helai panjang kehitaman itu, mematrinya didalam ingatannya. Sementara Maya memuaskan diri menghirup aroma maskulin Masumi yang selalu disukainya, menyelusupkan wajahnya di leher Masumi, dan menikmatinya dengan rakus.
“Pak Masumi...” suara Maya lirih memecah kesunyian.
“Hmm...” Masumi memegang wajah gadis itu.
“Ceritakanlah kehidupan Anda selama tiga tahun terakhir ini,” pintanya.
Masumi tak menjawab seketika. “Pasti aku ceritakan, Maya, tapi tidak sekarang. Saat ini terlalu indah untuk dirusak kepahitan itu.”
Maya hanya mengangguk, kemudian membalikkan posisi tubuhnya hingga punggungnya bersandar di dada Masumi. Masumi meraih jemari gadis itu dan membelainya.
“Mungil, sejak kapan kau mengetahui kalau akulah Mawar Jingga?” tanyanya.
“Sejak pementasan Gadis Serigala,” jawab Maya santai.
Masumi terperangah. “Sudah selama itu? Bagaimana kamu tahu?”
“Waktu itu mawar jingga mengirimkan karangan bunga dan ucapan selamat, dalam kartu ucapannya, dia menyebutkan tentang scarf biru Edward. Saat itulah saya tahu bahwa itu Anda. Karena scarf biru hanya dipakai pada pementasan perdana, karena scarf itu terbakar kena rokoknya Pak Kuronuma. Selanjutnya kami memakai scarf merah. Anda tahu kan Pak Masumi, satu-satunya penonton pentas perdana kami hanya Anda? Kemudian waktu saya mengunjungi makam ibu, saya sempat melihat Anda, meski sekelebat. Di makam saya menemukan sebuah ballpoint mahal, yang saya duga milik Anda. Saya pun berspekulasi mengembalikan ballpoint itu secara sembunyi-sembunyi, melihat Anda menerima ballpoint itu saya semakin yakin. Kemudian saya menggabungkan semua potongan kejadian selama ini, hingga saya tidak ragu lagi bahwa memang Andalah orangnya.”
Masumi memeluk Maya erat-erat, “Terimakasih, Maya, karena kau telah menemukanku. Aku sendiri tak pernah berani untuk mengungkapkan jati diriku kepadamu. Aku takut akan penolakanmu. Disamping aku juga mempertimbangkan banyak hal, kedudukanmu sebagai artis, posisiku di Daito, dan juga jarak usia kita yang teramat jauh. Terus terang, aku sangat berhati-hati dalam hal ini, aku mengabaikan suara hatiku yang sebenarnya, padahal aku sangat menderita. Ketika pertama kali mendengar dialog dalam Bidadari Merah Bu Mayuko di lembah plum, dialog antara Akoya dan Isshin, tentang cinta membara, membuang semua status dan masa lalu, perasaanku bagai teriris-iris, Maya. Apalagi saat itu kamu duduk di pelukan Koji, aku tak berdaya dibakar marah dan cemburu.”
Nafas Maya tercekat. Dia membalikkan tubuhnya menatap Masumi lekat-lekat. “Pak Masumi....sejak kapankah Anda mencintai saya?”
“Aku tak tahu pastinya kapan, Mungil. Yang jelas aku selalu cemburu pada Sakurakoji, pada Satomi, tapi saat itu kamu masih begitu muda, membuatku malu sendiri. Tapi kemarahanku yang terbesar adalah ketika kau menginap di rumah sepupu Koji dan fotomu ada di HP pemuda itu. Aku marah sekali. Semakin marah saat melihatmu memakai liontin yang sepasang dengan dia. Ketika melihatmu makan malam di pinggir laut dengan dia suatu malam, kau nampak cantik sekali, Maya, kau berdandan untuknya. Aku tak tahan, maka kukirimkan sekuntum mawar jingga untukmu. Namun hatiku hancur lebur, karena ketika kau hampir tenggelam, Sakurakoji lah yang menolongmu, bukan aku,” suara Masumi terdengar pilu.
“Padahal selama itu saya cemburu sekali pada Nona Shiori, Pak Masumi. Dia begitu cantik, dan semua pada dirinya imbang dengan Anda. Akting saya memburuk, membuat Pak Kuronuma marah dan menghukum saya, karena setiap kali berakting saya selalu terbayang pada Anda. Hati saya sakit ketika Anda bertunangan dengan Nona Shiori. Saya hanya bisa menangis, karena saya tak berdaya jatuh cinta pada Anda,” setetes air mata meluncur membasahi pipinya, mengingat saat-saat penuh penderitaan itu.
“Maya...,” Masumi berbisik sebelum mencium air mata itu dari pipi Maya, “Maafkanlah kebodohanku,” pintanya lirih.
Mereka kembali berpelukan erat, seolah ingin menghapus tahun-tahun kepedihan mereka.
“Sudah malam, Maya, kita harus tidur,” kata Masumi.
Maya melepaskan diri dengan enggan.
“Sayangnya malam ini kamu harus tidur sendiri, Maya, aku tak tahu apakah akal sehatku akan mampu menahan diriku. Tapi aku ragu, aku terlalu lama menginginkamu, aku hanyalah laki-laki biasa, bisa saja aku berbuat kurang ajar. Jadi demi kebaikanmu, lebih baik kita tidur terpisah.”
Maya cemberut, “Padahal aku ingin dipeluk Pak Masumi malam ini,” rajuknya.
“Maya...aku mau sekali memelukmu, dengan senang hati malah, tapi aku tak tahu apakah aku akan puas hanya sekedar memelukmu saja.”
“Pak Masumi tidak hanya boleh memelukku, Pak Masumi juga boleh menciumku,” kata Maya polos.
“Maya...kau benar-benar menyiksaku,” keluh Masumi.
Setelah beberapa kali merajuk, akhirnya Masumi menuruti keinginan Maya untuk tidur di tempat tidurnya. Tapi kali ini keduanya sepakat memakai piyama, lengkap. Masumi tak berani berfikir bagaimana besok bila keduanya telah kembali ke Tokyo, kembali ke kamarnya di kediaman Hayami yang megah dan mewah namun dingin dan kering. Atau Maya yang kembali ke apartemen sederhana yang dia tinggali bersama teman-temannya. Andai saja saat-saat ini berlangsung selamanya. Masumi pasti akan merindukan saat-saat ketika dia meledek habis-habisan piyama Maya yang berwarna pink dan bercorak bintang-bintang. Piyama yang lucu yang membuatnya malu hati karena tergila-gila pada gadis yang lebih cocok jadi ponakannya. Maya yang marah mengejar Masumi dan memukuli pungung Masumi, baru berhenti setelah Masumi meraih gadis itu dalam pelukannya dan menghapus cibiran kesalnya dengan ciuman yang lembut dan dalam. Atau saat-saat ketika mereka melakukan rutinitas sebelum tidur, menggosok gigi bersama dan bersulang dengan gelas air masing-masing. Kebersamaan yang sederhana namun akrab, juga intim.
***

7 comments:

  1. update lg kpn sista???? ksh tw dong,,,,,,,,,add fb saia ya yuni nuzulia gunawan atau add pin saia 26297F20, tq

    ReplyDelete
  2. BAGUS......
    kapan update lagi? penasaran nech hehehe
    -widya-

    ReplyDelete
  3. two thumbs up deeh bwt cerita nya.. suuukaa bgt.. ditunggu neeh Lanjuutan nya.. udaah ga sabarr sizt.. update ya..ya..ya..

    ReplyDelete
  4. ga bisa diungkapin ama kata-kata.. pokek e' Likeee..ee bangeett.. karena aku dah dewasa jadi nikmatin bgt cerita nya.. Lanjuuuut dooonk..
    _natasya_

    ReplyDelete
  5. Hay,, lam kenal aq ayie salah satu penggemar fftk. aq baru nemu blog ini dan nikmatin bgt karya kamu. baguuss bgt, dan sgt menghibur. bikin deg-deg n senyum senyum, pokoknya komplit deeh.. thanks eaa cerita nya dipublish dan berbagi ama pecinta tk lainnya.. kapan neeh lanjuutannya, ditunggu lho!! semangatt yaa.. ^_^

    ReplyDelete
  6. lagiii..lagi...dan lagi...jgn lama--lama updatenya...nggak tahan nunggunya...menunggu adalah hal yg sangat membosankan....i like ceritanya.......100000 jempol utk yg nulis ceritanya....

    ReplyDelete
  7. like.. like.. like..
    tambahh donk, kurang byk niy..!!

    ReplyDelete