Thursday, May 26, 2011

Seventh : Flash Back (2)

Masumi sudah berada di kantornya, menekuni tumpukan dokumen yang ditinggalkan Mizuki di mejanya. Masih mengenakan setelan yang kemarin dan belum bercukur. Waktu memang baru menunjukkan pukul 6 pagi. Kecuali petugas security yang dapat giliran shift malam, belum ada satu pun karyawan yang datang. Bahkan petugas kebersihan pun baru akan muncul satu jam lagi. Memang Masumi tiba di kantornya sekitar pukul 3 dinihari, mengagetkan petugas di pintu gerbang. Namun dia hanya perlu membuka kacamata hitamnya, dan petugas pun tergopoh-gopoh membukakan pintu. “Kau tidak melihat apapun,” katanya singkat, yang disambut petugas dengan membungkuk dalam-dalam.

Tadi malam, setelah menunda waktu selama mungkin, akhirnya Masumi mengangkat tubuh Maya yang masih tertidur mengenakan kaosnya, membungkusnya dengan mantel panjang miliknya, dan menggendong gadis itu ke mobil. Setelah membersihkan semua jejak-jejak keberadaan mereka, termasuk membereskan baju-baju kotor mereka berdua, Masumi pun mengendarai mobil pinjaman itu menyusuri jalan-jalan lengang menuju Tokyo. Maya tak terbangun sedikit pun. Pun ketika Masumi yang tak sanggup menahan dirinya, menghentikan mobil di pinggir jalan tol, dan menciumnya dalam-dalam. Namun gadis itu terbangun begitu mereka memasuki kota Tokyo.

“Kau harus masuk ke apartemen itu sendiri, Mungil, seperti gadis baik-baik lainnya. Aku tak mau mengambil resiko terlihat bersamamu, karena bisa jadi apartemenmu sedang diawasi,” bisiknya di telinga Maya.

Gadis itu menggeliat sejenak, sedikit kehilangan orientasi, dan memincingkan matanya yang mengantuk, “Wah, ternyata kita sudah sampai,” serunya menyesal.

Masumi tersenyum lembut. Dia pun sangat menyesal. Namun semua harus berakhir, demi Maya sendiri. Setelah melepas mantel pinjaman dan mengambil barang-barangnya yang disodorkan Masumi, Maya membuka pintu mobil.

“Terimakasih atas kenangan indah ini, Pak Masumi. Selamat tinggal,” katanya pelan, menahan diri untuk tidak menangis.

“Aku juga sangat menikmatinya, Maya, maafkan aku kalau harus berpisah seperti ini. Selamat tinggal.”

Dan disinilah sekarang Masumi berada. Kembali memasang topeng dingin dan tak tersentuh di wajahnya. Kehangatan dan kasih sayangku hanya kuberikan untukmu, Maya, tak akan pernah ada perempuan lagi yang akan kuijinkan untuk menjangkau hatiku. Dengan perpisahan ini maka aku harus mengubur semua masa lalu dan kenanganku bersamamu.

Suara gaduh di luar kantornya menyadarkan Masumi dari lamunannya. Diikuti kemudian dengan pintu yang terbuka. Shiori melangkah cepat masuk diikuti oleh petugas security yang tampak ketakutan. Masumi heran, untuk ukuran orang yang baru sakit, Shiori berjalan sangat cepat.

“Masumi, kamu kemana saja? Semalaman aku hubungi ponselmu tidak aktif. Bahkan sekretarismu pun menolak menyambungkan teleponku ke kantormu?” berondongnya dengan gusar.

Masumi memberikan tanda pada petugas keamanan untuk meninggalkan mereka berdua.

“Di sini, bekerja, seperti yang kau lihat sekarang. Soal telepon, aku matikan semua karea aku sedang tidak mau diganggu,” jawabnya santai.

Shiori menatap Masumi dengan pandangan menyelidik. Baju Masumi kusut , tanpa jas, dasinya tersampir di kursi, sementara lengan kemejanya digulung sampai lengan. Rambut ikalnya tampak berantakan. Bahkan wajahnya pun terlihat masih belum bercukur. Sementara di mejanya bertebaran dokumen-dokumen yang sepertinya sedang diperiksa. Laptopnya juga menyala.

“Kau hanya perlu bilang padaku kalau kau sedang tidak mau diganggu, Masumi. Jangan membuatku cemas!” protes Shiori.

Siapa yang kau cemaskan Shiori? Diriku atau harga dirimu? Batin Masumi sinis. Tapi dia hanya berucap datar, “Maaf, sudah membuatmu cemas. Sekarang bila kau tak keberatan, tolong tinggalkan aku. Masih banyak yang harus kulakukan. Aku ada rapat penting siang ini.”

Merasa tertolak, Shiori berusaha bertahan. “Kau sudah sarapan, Masumi?”

“Tak perlu khawatir. Sebentar lagi sopir akan datang membawa makanan dari rumah. Kerja semalaman bukan hal baru bagi keluargaku, Shiori. Dan kau pun, sebagai orang yang berasal dari keluarga pebisnis, harusnya terbiasa. Bukankah ayahmu juga seringkali tidak pulang selama berhari-hari? Maaf, sekarang kau harus benar-benar pergi.”

Shiori tak berdaya untuk menolak lagi. Apalagi saat dilihatnya Masumi segera memusatkan kembali perhatiannya pada pekerjaannya. Dia pun melangkah meninggalkan ruangan. Hatinya tadi sempat sangat gundah karena semalaman tidak bisa menghubungi Masumi. Apalagi dari mata-mata yang dia kirim ke tempat tinggal Maya mengatakan gadis itu belum pulang hingga larut, padahal latihan di Studio Kids sudah berakhir sejak siang. Tetapi Shiori mendapat info tadi pagi bahwa Maya sering menghabiskan waktu di rumah sakit untuk menemani pemuda lawan mainnya. Dan tadi pagi, juga menurut informasi, Maya terlihat di apartemennya, sementara mobil Masumi memang terparkir di gedung Daito semalaman. Tapi tetap saja ia ingin membuktikan dengan mata kepalanya sendiri kalau Masumi memang masih bekerja. Sisi obsesif dirinya menuntut untuk memastikan semuanya tepat seperti keinginannya. “Bodohnya aku ini, Masumi tak akan berani macam-macam bila dia sudah menggunakan pengaruh kakek untuk menekan ayahnya,” pikirnya. Tapi entah mengapa, perasaannya tetap tidak tenang. Seprtinya nalurinya tetap memberi sinyal bahwa ada yang tidak beres.

Sementara Masumi, sepeninggal Shiori segera membuat catatan untuk Mizuki, meraih jas dan dasinya, dan beranjak keluar. Dia memutuskan pulang sejenak. Dalam perjalanan menuju tempat parkir, dipencetnya sebuah nomor.

“Hijiri,” ucapnya singkat setelah menunggu beberapa saat.

Masumi mendengarkan dengan seksama semua laporan yang disampaikan Hijiri. Untunglah semua berjalan baik. Agaknya Shiori terlalu mengecilkan kemampuan Masumi dalam menciptakan plot, sehingga mata-mata yang dikirim pun adalah amatir, bukan mata-mata resmi yang biasa dipakai keluarga Takamiya. Mereka tak akan ada artinya bila dibandingkan Hijiri, orang yang telah puluhan tahun bekerja dalam bayangan. Masumi merasa sedikit lega. Namun karena keselamatan Maya yang paling utama maka tak sedikitpun dia mengurangi kewaspadaannya. Shiori orang yang sangat tidak stabil. Juga bukan perencana yang hebat. Semua gerak-geriknya hanya didasari rasa marah, cemburu, dan dengki, sehingga tak akan bisa diprediksi apa langkah dia selanjutnya. Terkadang menghadapi seorang amatir jauh lebih sulit dibandingkan professional. Demi Maya, Masumi tak mau main-main. Gadis bodoh itu pasti tak akan menyangka bahwa setiap hari apartemen dan tempat latihannya diawasi. Otaknya yang sederhana pasti tak bisa mencerna keberadaan musuh yang begitu berbahaya.

***

Maya termenung memandangi keheningan malam dari jendela kamarnya. Sudah sebulan berlalu sejak peristiwa di Izu. Namun saat ini bukan Masumi yang memenuhi pikirannya, melainkan Sakurakoji. Pemuda itu semakin hari semakin menunjukkan ketergantungannya kepada Maya. Sesi fisiotherapy terberatnya sudah berlalu. Juga masa kritis dari penyembuhan tulang kakinya sudah lewat. Dokter ahli orthopedi memang mengatakan bahwa Sakurakoji akan kembali normal setelah dua bulan. Namun dalam waktu sebulan dia sudah bisa berjalan asalkan tidak melakukan aktifitas berat. Sekarang Sakurakoji sudah bisa berlatih bersama tim lain di studio, meski tidak bisa full seperti seharusnya. Namun Pak Kuronuma menyatakan dia cukup puas dengan perkembangan akting Maya dan Sakurakoji. Setidaknya dia terbebas dari kewajiban mencari pemain pengganti.

Namun yang membuat Maya gundah adalah kedekatannya dengan Sakurakoji yang membuatnya risih. Di depan publik Sakurakoji memperlakukan Maya seperti kekasihnya. Semula Maya tak begitu peduli karena memang dari dulu dia sudah dekat dengan Sakurakoji. Namun ketika dalam satu wawancara wartawan memojokannya dengan pertanyaan mengenai hubungan mereka berdua, dengan sigap Sakurakoji memberi sinyal bahwa mereka memang sedang dalam tahap lebih dekat.

“Kami bersahabat sejak lama, dan tidak menutup kemungkinan akan berlanjut ke tingkat yang lebih serius. Kami sudah semakin dekat,” begitu jawab Sakurakoji, yang segera disambut pertanyaan-pertanyaan lain oleh wartawan lain yang tak kalah serunya.

Maya yang duduk di sebelah Sakurakoji merasa darah seperti terkuras dari wajahnya. Untunglah Pak Kuronuma yang melihat wajah Maya memucat segera mengambil alih pembicaraan dan segera menutup sesi wawancara dengan alasan para pemain harus istarahat untuk mengumpulkan stamina menghadapi pertunjukan uji coba yang akan diselenggarakan dalam beberapa hari lagi.

“Sudah malam, Maya, kau harus istirahat. Bukankah besok kamu harus gladi resik terakhir sebelum pertunjukan?” tegur Rei yang khawatir dengan kondisi sahabatnya.

“Rei, aku takut tak bisa berakting maksimal. Aku khawatir perasaanku yang campur aduk akan berakibat fatal bagi aktingku. Apalagi bila mengingat sainganku. Ayumi aktris yang sangat handal, Rei. Dia tahu bagaimana memisahkan kehidupan pribadi dan akting. Tapi aku tidak bisa. Di awal-awal latihan aku sampai di skors oleh Pak Kuronuma karena kau kesulitan berakting karena saat itu perasaanku kacau. Dan sekarang perasaanku benar-benar kacau, padahal pentas sebentar lagi.”

“Maya, apa lagi yang mengganggu pikiranmu? Kupikir hubunganmu dengan Sakurakoji baik-baik saja. Aku sempat melihat wawancara kalian di televisi. Apa lagi?”

“Itulah, Rei, karena Sakurakoji memberikan statement yang tidak benar itu aku jadi merasa terbebani. Dia sudah beberapa kali mengatakan ingin jadi kekasihku, tapi aku hanya menganggapnya teman baik. Perasaannya itu membuatku sangat tidak enak. Makanya aku takut nanti akan mempengaruhi aktingku.”

Rei menyimpan keheranannya untuk diri sendiri. Kalau bukan Sakurakoji, lalu siapa laki-laki yang telah membuat Maya sering bengong dan linglung serta sedih secara tiba-tiba? Sejak pementasan Jane Gadis Serigala dulu diakui oleh Rei kalau sahabatnya itu berubah banyak. Lebih parah lagi setelah dia pulang dari kampung halaman Bidadari Merah. Teman-teman lain menduga Maya sedang jatuh cinta, dan seringkali mereka menggodanya tanpa ampun. Tapi kalau dari pengakuan gadis itu barusan, ternyata pemuda yang jadi lawan mainnya itu bukanlah laki-laki yang dicintainya. Lalu siapa?

“Maya, aku tahu kalau kau ini benar-benar baru dalam masalah laki-laki. Kau sering tidak bisa mengendalikan emosimu sehingga mempengaruhi aktingmu. Namun demi kebaikanmu sendiri, sudah saatnya kamu tumbuh dewasa, Maya. Meski kau ini gadis yang bodoh, suka merepotkan, serta tidak bisa diandalkan, namun di atas panggung kau selalu mampu menjadi orang lain. Kenapa kau pikir Ayumi sampai menganggapmu sebagai satu-satunya saingan yang layak diperhitungkan bila kau tidak memiliki bakat dan kecintaan terhadap akting yang membuatmu menjadi seperti ini? Kenapa kau pikir Mawar Jingga akan mengagumimu sedemikian rupa, menyekolahkanmu, memperbaiki gedung pertunjukanmu, hingga membiayai pengobatan Bu Mayuko, kalau dianggapnya kau tidak cukup berharga untuk dikagumi? Maya, apapun masalah yang sedang kau hadapi, tetaplah fokus pada cita-citamu, pada mimpimu. Kau tentu tak ingin kan kalau semua mimpimu akan berakhir? Demi kau sendiri, juga demi fans yang telah begitu memujamu.”

Memikirkan Mawar Jingga, Maya kembali merasa sedih. Kenangan di Izu hanya akan tinggal kenangan. Lelaki itu akan menjadi milik wanita lain, bahkan sebelum Maya sempat mengutarakan perasaannya sebenarnya. Maya masih sering kali bertemu dengan Masumi Hayami dalam beberapa acara yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian, namun lelaki itu telah kembali seperti dulu, jauh, berjarak, dan begitu dingin. Bahkan senyumnya pun tak pernah diberikan kepada Maya. Lelaki hangat dan menyenangkan yang ada di Izu dulu seolah tak pernah ada. Selain itu di sebelahnya selalu ada Shiori Takamiya, yang menemaninya kemanapun Masumi Hayami pergi, menjadi pasangan paling berkilau di dunia selebritis Jepang, meninggalkan Maya dalam bayang-bayang gelap hatinya yang hancur lebur. Seiring dengan itu Mawar Jingga pun tak pernah mengiriminya bunga lagi. Mungkin inilah akhir dari semua kisahnya dengan Mawar Jingga, pikirnya pilu.

Namun Rei benar. Maya, demi kebaikannya sendiri harus bersikap dewasa, apapun masalahnya, di atas panggung dia harus meninggalkan semuanya dan menjelma menjadi orang yang diperankannya. Maya sudah berjuang begitu lama dan begitu keras. Dia tak boleh membuang semua itu. Bu Mayuko telah memberinya kepercayaan untuk memerankan tokoh agung itu. Teman-temannya semua yang selalu menemani dan mendukungnya. Juga Mawar Jingga, meski dia tak pernah muncul lagi, namun Maya yakin bahwa dari jauh dia masih mengawasinya.

***

Kepada semua pembaca yang setia, mohon maaf, sebelumnya saya beritahu bahwa untuk adegan pementasan Bidadari Merah, sengaja tidak akan saya tampilkan karenaKemampuan menulis saya yang pas-pasan takut merusak keindahan cerita aslinya.
Jadi karena alasan tersebut, maka cerita akan saya lewati hingga akhir dari pementasan Bidadari Merah.
Demikian pemberitahuan saya, harap maklum.


***

Hujan rintik-rintik menyirami lembah plum. Bumi seolah ikut menangisi kepergian artis besar Mayuko Chigusa untuk selamanya. Dan di sini, dimakamkan di sebelah makam lelaki yang dicintainya, Ichiren Izaki, semoga Bu Mayuko akan beristirahat dengan tenang dan bahagia. Kematiannya memang sudah diprediksi dokter sebelumnya. Penyakit jantung yang dideritanya sekian lama membuatnya sangat lemah. Hanya semangat hidup yang menyala-nyala sajalah yang membuatnya tetap bertahan selama ini, semangat untuk meninggalkan warisan Bidadari Merah kepada aktris yang dipilih dan dididiknya sendiri. Maya Kitajima.

Sejak pementasan uji coba itu memang sudah tampak bahwa Maya lah yang akan menang melawan saingan terberatnya Ayumi Himekawa. Akting Ayumi memang tak bercela. Keterampilan dan teknik tingkat tinggi hasil latihan bertahun-tahun yang diterimanya, ditunjang oleh kemolekan tubuh dan wajahnya, membuat Ayumi tampil bak seorang bidadari. Namun Maya memiliki kelebihan yang tak dimiliki Ayumi. Akting Maya memang polos, namun menguarkan kepribadian yang sangat kuat yang membawa penonton untuk tertawa gembira bersama, menikmati keceriaan Akoya yang lugu, membawa mereka melayang merasakan saat Akoya jatuh cinta, hingga membuat emosi terkuras habis saat harus putus cinta. Keagungan Maya yang memerankan Bidadari Merah tidak hanya sekedar bidadari, tetapi lebih pada keagungan seorang dewi. Tak bisa disangkal lagi, bakat luar biasa dalam diri Maya akhirnya tertuang semua di atas panggung. Membawa penonton bertualang ke dunia bidadari yang agung, keagungan yang hanya dimiliki seorang aktris besar. Bahkan Bu Mayuko sendiri sampai menitikkan air mata. Tidak sia-sia dia memilih dan mendidik Maya sekeras itu. Bakat luar biasa dan kecintaan terhadap terhadap akting telah membuat Maya mampu melakonkan karya agung Bidadari Merah dengan sangat berjiwa. Saat itu bahkan meninggal pun Bu Mayuko tak akan menyesal karena akan meninggalkan warisannya di tangan yang tepat.

Dan gadis pemeran Bidadari Merah yang agung itu kini sedang menangis pilu dipelukan sahabatnya, Rei. Kehilangan Bu Mayuko hampir seperti kehilangan ibu untuk kedua kalinya bagi Maya. Dia merasa sangat sendiri, kecuali kehadiran teman-temannya dari Teater Mayuko dan Ikkakuju. Namun tanpa pembimbing, sanggupkah dia meneruskan karier keartisannya? Meski hak pementasan Bidadari Merah sudah diraihnya, namun apakah dia akan bisa bertahan dan menapaki jalannya sebagai seorang artis? Bu Mayuko, kenapa kau tinggalkan aku? Masih banyak yang harus aku pelajari dari Ibu, aku belum bisa sepenuhnya menjadi artis, jerit batin Maya di antara isak tangisnya.

Sementara agak jauh dari kerumunan, di belakang rombongan dari Dewan Kesenian, Masumi Hayami berdiri dengan wajah yang teramat dingin. Ditatapnya sekilas gadis pujaannya dari kejauhan. Jarak kita memang hanya beberapa puluh meter, Maya, namun kenapa jarak itu terasa sangat jauh? Bahkan memeluk untuk menghibur hatimu pun aku tak sanggup, batinnya pilu.

Sore sebelumnya Ketua Dewan Kesenian mendatangi kantor Masumi. Mengabarkan wasiat Bu Mayuko sebelum meninggal. Sepertinya Bu Mayuko yang sangat menyadari bahwa ajalnya sudah dekat itu ingin memastikan semuanya baik-baik saja.

“Bu Mayuko masih mengkhawatirkan keselamatan hak pementasan itu di tangan Nona Kitajima, karena seperti kita tahu gadis itu sangat polos dan lugu, kalau tidak bisa dikatakan sedikit bodoh dan naif. Makanya Bu Mayuko meminta Dewan Kesenian untuk membantu mengawasinya hingga Nona Kitajima telah siap menjadi seorang aktris yang handal dan tangguh,” ucap lelaki tua yang terkenal sangat bijak itu.

Masumi mendengarkan dengan tenang, berusaha memahami arah pembicaraan.

“Maka kami, Dewan Kesenian memutuskan bahwa orang yang paling tepat untuk melindungi Nona Kitajima dan hak pementasan itu adalah Anda, Masumi Hayami. Tentunya bukan tanpa alasan kalau kami memutuskan demikian. Sekian lama kami telah mengetahui sepak terjang Anda dalam mewujudkan kembali pementasan Bidadari Merah. Bahkan Anda juga berusaha keras untuk memastikan baik Bu Mayuko maupun Nona Kitajima mendapatkan semua keinginannya. Maka dari itu, orang yang paling layak dengan wasiat itu adalah Anda. Kami yakin Anda akan sanggup melindungi baik Nona Kitajima maupun warisannya dari perebutan yang kami yakin tak lama lagi akan terjadi. Bahkan kami juga yakin Anda akan sanggup melindungi hak pementasan itu dari ayah Anda, Eisuke Hayami, yang seperti kita tahu, sangat berambisi memilikinya.”

Sekarang, sambil menatap gadis mungil yang sedang menangis di antara kerumunan teman-temannya itu, Masumi berpikir keras. Maya, apa lagi yang harus aku lakukan untuk melindungimu? Waktunya begitu pendek karena seperti kesepakatan yang telah diambil antara keluarga Takamiya dan Hayami, dia harus segera melangsungkan pernikahannya bulan depan. Semua persiapan telah dilakukan. Gedung dan daftar undangan pun sudah pula disiapkan. Shiori tampak bersemangat mengurusi semuanya. Sementara Masumi sebisa mungkin berusaha menghindar dengan alasan pekerjaan yang semakin menumpuk sering memaksanya bekerja lembur atau berhari-hari ke luar kota. Masumi bukannya tidak menyadari bahwa setiap pagi, menatap cermin di kamar mandinya, wajahnya semakin tirus dan kaku. Dulu Masumi ditakuti para bawahannya karena sikapnya yang dingin dan tak berperasaan. Sekarang terlebih lagi, bahkan Mizuki pun menghindar berada dalam satu lift dengannya bila tidak karena terpaksa.

Dua minggu setelah pemakaman, Maya diundang untuk datang ke kantor Dewan Kesenian. Maya masih belum memahami apa tujuan undangan itu. Maka Rei pun berbaik hati mendampingi Maya karena tahu gadis itu sedang sangat terguncang, demi menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Rei dan teman-teman lain menganggap Maya belum bisa sepenuhnya pulih dari rasa kehilangan Bu Mayuko. Namun lebih dari itu, Maya telah kehilangan banyak. Bu Mayuko sudah pergi, Koji pun terpaksa dihindarinya karena Maya tidak mau memberi harapan palsu kepada pemuda baik hati itu, meski kadang dia masih merindukan persahabatan mereka.

Namun tak ada yang mengetahui bahwa perpisahannya dengan Masumi Hayami - Mawar Jingga, adalah hal yang lebih mengguncang jiwanya. Bibit cinta yang baru muncul itu terpaksa harus dibunuh dengan kejam. Sesering apapun Maya menangis, namun kenyataan harus tetap dihadapi. Masumi Hayami bukan miliknya. Pedih hatinya setiap kali membaca berita-berita di surat kabar tentang rencana pernikahan Masumi dan Shiori yang akan diselenggarakan bulan depan. Maya sadar bahwa dirinya tak bisa lagi menipu diri dengan berharap suatu saat Masumi akan menyadari dan membalas perasaannya. Lelaki itu sudah teramat jauh di luar jangkauannya. Bahkan saat pementasan Bidadari Merah, bukan buket mawar jingga yang diterimanya, melainkan kans bunga yang sangat besar di lobby gedung bertuliskan ucapan selamat dari Daito. Maya menguatkan hati untuk tidak kecewa. Kenyataan bahwa Masumi berada di barisan penonton lah yang memberi Maya semangat. Melalui akting, Maya berusaha menyampaikan perasannya yang paling dalam, tentang cintanya, harapannya, kegembiraan dan kesedihannya.

Ketua Dewan Kesenian sendiri yang menemui Maya dan Rei di hari kedatangan mereka. Lelaki tua itu tersenyum maklum melihat sinar kebingungan di mata kedua gadis itu.
Setelah beberapa orang anggota Dewan Kesenian lain hadir barulah pembicaraan dimulai.

“Sebelumnya kami mohon maaf bila undangan ini mengejutkan Nona Kitajima dan Nona Aoki. Namun ini terkait dengan masa depan Nona Kitajima sebagai pemegang hak pementasan Bidadari Merah. Sebelum berpulang, mendiang Bu Mayuko berwasiat untuk menjaga Nona Kitajima dari hal-hal yang sama-sama tidak kita inginkan, apalagi terkait dengan hak yang sekarang dimilikinya. Dan kami baru saja mengetahui bahwa ternyata Nona Kitajima memiliki fans berat yaitu yang selama ini Nona kenal sebagai Mawar Jingga.”

Maya terkejut mendengar Ketua Dewan menyebut Mawar Jingga.

“Nona Kitajima, Tuan Mawar Jingga sudah sangat berbaik hati untuk memberikan beasiswa kepada Nona untuk mengambil pendidikan di London Inggris selama kurang lebih tiga tahun. Tujuannya adalah selain agar Nona Kitajima mendapatkan pendidikan akting terbaik, Nona juga akan belajar untuk mendalami seluk beluk dunia artis dan bisnis di dalamnya. Karena satu dan lain hal tuan yang bersangkutan memang tidak bisa menyampaikan secara langsung niat baiknya ini. Maka ditunjuklah Dewan Kesenian sebagai perantara dan penyampai beasiswa ini. Di hadapan publik, Nona akan diberitakan menerima bea siswa dari Dewan Kesenian, meski semua pembiayaan akan ditanggung oleh fans tadi.”

“Tapi saya belum pernah sekalipun ke luar negeri. Selain itu saya juga tidak bisa berbahasa Inggris,” jawab Maya khawatir.

“Tak perlu khawatir. Waktu pendidikan Anda tersebut sudah termasuk masa persiapan, termasuk kursus bahasa di London, sebelum Anda memasuki akademi seni di sana. Bahkan telah diatur pula agar Nona Aoki akan menemani Anda selama seminggu mungkin, hingga akhirnya Anda akan terbiasa sendiri di sana. Tentunya bila Nona Aoki bersedia. Bila tidak, akan dicari orang lain yang akan mendampingi sementara Nona Kitajima di London.”

Tentu saja Rei akan dengan senang hati menerima tawaran itu meski Maya tahu dia harus membatalkan sebuah pertunjukannya di teater bawah tanah.

Hanya saja Maya tidak bisa memahami, kenapa Masumi Hayami melakukannya dengan terselubung? Dia menyamar sebagai Mawar Jingga sudah cukup menipu, kenapa dia harus melalui Dewan Kesenian juga? Apakah dia sedang dalam masalah? Maya sebetulnya sangat ingin menggali informasi itu. Namun hal itu akan sangat sulit dan juga sia-sia. Apakah Masumi ingin Maya sudah pergi dari Jepang saat pernikahannya berlangsung? Ataukah dia tak mau Maya hadir dalam acara itu? Tentunya akan tampak sangat aneh bila dia tidak mengundangnya dalam pernikahannya, bagaimanapun semua orang telah tahu bahwa Masumi dan Maya telah saling kenal cukup lama. Namun hadir dalam acara tersebut justru akan sangat menyakitkan bagi Maya. Pak Masumi, apakah kau ingin melindungiku dari rasa sakit hati yang pasti akan kurasakan melihatmu bersanding dengan wanita lain? Kau pasti sangat mengenalku hingga tahu aku pasti tak akan sanggup melewatinya. Kalau memang itu maumu, aku akan dengan senang hati pergi dari Jepang, batinnya pilu.

Saat keberangkatannya ke luar negeri. Maya dan Rei di antar oleh para anggota Dewan Kesenian di bandara. Mereka mengadakan jumpa pers sebentar sebelum memasuki terminal keberangkatan. Bahkan kehadiran para wartawan dan sorot kamera tak menghalangi Maya untuk menitikkan air mata sedih ketika Ketua Dewan menyalaminya dan mengucapkan kata-kata perpisahan. Sedih karena harus meninggalkan tanah air ke negeri yang jauh dan tidak dikenalnya. Namun yang lebih menyedihkan adalah lelaki yang paling ingin ditemuinya, Masumi, tidak menghubunginya sama sekali. Padahal Maya ingin sekali bertemu untuk terakhir kali sebelum dia pergi. Namun sedikitpun tak ada kabar berita darinya. Bahkan semua persiapan dilakukan oleh petugas yang ditunjuk Dewan Kesenian. Ah, mungkin lebih baik begini, keluhnya sedih. Dan akhirnya, merasa harapannya untuk melihat terakhir kalinya lelaki pujaan hati yang tak juga tiba, Maya dan Rei memasuki pintu keberangkatan dan melambaikan tangan kepada para pengantar, meski air mata berderai di pipinya. Rei hanya merangkul dan membimbing sahabatnya itu pergi.

Jauh dari keremunan, tersembunyi di belakang sebuah pilar, Masumi Hayami, dengan mengenakan kaca mata hitam melihat gadis yang dicintainya itu pergi. Maafkan aku, Mungil, karena harus begini. Karena inilah satu-satunya cara agar aku bisa melindungimu. Kemudian dia berbalik dan melangkah cepat meninggalkan bandara menuju pelataran parkir, tempat mobilnya berada. Hatinya yang sudah hancur lebur dan berdarah-darah terasa sangat sakit. Inilah akhir dari episode hidupnya, selanjutnya dia akan melalui episode yang sangat gelap di depannya. Masumi sangat menyadari bahwa hidup adalah sebuah pilihan. Dan dia telah memutuskan bahwa jalan hidup yang dipilihnya akan sangat pahit dan getir, dan juga tak akan ada jalan kembali. Saat ini seraya mengendarai mobilnya menyusuri jalan tol ramai menuju Tokyo, untuk pertama kali sejak kematian ibunya, Masumi menangis.

4 comments:

  1. makasih apdetannya,btw ini masih lanjutkan ?...XDDD

    -fagustina-

    ReplyDelete
  2. two thumbs up buat olly.. suka jalan ceritanya he..he.. walaupun ga rela Masumi married ama Shiory

    -halimah-

    ReplyDelete
  3. ditunggu lanjutannya..tambah penasaran nie..

    ReplyDelete
  4. olly....mana nich updatenya....dah penasaran setengah mati nich...semangat ya...

    ReplyDelete