Friday, July 29, 2011

The Last Choice (1)

Katty sangant menyadari bahwa dirinya adalah seorang safety player. Dia selalu berfikir simple dan menghindari konflik, tidak mau menyengsarakan diri sendiri dengan hal-hal yang tidak perlu serta berdamai dengan siapapun karena paling benci punya musuh. Dia juga tidak mau merusak maupun mengganggu orang lain semata dengan harapan agar hidup dan kenyamanannya tidak terusik oleh orang lain. Dia menjalani hidup dengan tenang, ceria dan bahagia. Menikmati hidup apa adanya dan bersyukur atas semua yang dimilikinya serta membuang jauh-jauh rasa iri terhadap orang lain.

Kalaupun ada orang yang mampu menjungkir balikkan dunia tenangnya, maka Sev bisa dikatakan satu-satunya yang cukup punya nyali, atau kurang kerjaan dalam istilah Katty, yang bisa membuat Katty mengeluarkan segala sifat bertolak belakang dari yang selama ditampilkannya di depan kebanyakan orang. Tetapi Sev memang bukan dalam kategori orang kebanyakan. Hubungan keduanya sudah seperti kakak adik karena memang mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Meski terlalu berlebihan untuk dikatakan mereka tumbuh bersama, namun kenyataannya memang begitu. Dan walaupun secara kondisi fisik dan sifat mereka bertolak seratus delapan puluh derajat, bukan berarti mereka tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Terlalu baik malah, sehingga pengenalan masing-masing akan kepribadian yang lainnya agak menakutkan.

Sev yang dianugerahi otak dan fisik menawan terlahir menjadi playboy kelas atas yang berganti teman kencan semudah para gadis berganti busana. Sementara Katty, meski memiliki sepasang mata indah berwarna almond dan bibir bak delima merekah, namun wajah segitiga yang dimilikinya tak memiliki keistimewaan apapun. Apalagi dengan hidung mungil mencuat yang sering dikategorikan sebagai ‘lancang’ oleh Sev, tak memberi nilai plus sedikitpun pada postur tubuhnya yang termasuk kecil, di saat trend gadis-gadis saat ini berbodi kurus menjulang dengan tulang bertonjolan bak peragawati. Katty yang merasa pembawaannya sudah mentok kemana-mana akhirnya memilih gaya busana yang ‘seadanya’. Sev sering mengeluh bahwa penampilan Katty sering membuatnya sakit mata, protes yang selalu berhasil diabaikan oleh Katty.

Namun saat ini kemarahan justru berkobar-kobar di mata Katty menghadapi Sev, yang dengan gaya congkak mengejeknya yang khas, hanya bersandar dengan cuek di sebelah perapian ruang duduk kediaman Katty yang belum berubah dekorasinya entah sejak kapan. Tampak sekali Sev sangat menikmati memancing emosi gadis mungil di depannya ini. Kemarahan Katty sangat sulit terpancing. Namun sekali muncul Katty bisa mengamuk bak tornado kecil yang tak akan mudah ditaklukkan.

“Kau konyol sekali,” komentar Sev santai, “Orang yang tidak tahu pasti mengira kaulah yang sedang patah hati.”

“Semaumulah!” sembur Katty gemas. “Orang yang punya mata pasti tahu kalau orang patah hati tidak akan mengamuk, melainkan akan menangis sesenggukan di kamar seperti yang dilakukan Virginia sekarang.”

“Ah ya, Virginia, gadis yang tak kalah konyol yang menyamar sebagai adikmu itu.”

“Sev! Setelah mematahkan hatinya setidaknya kau cukup punya sopan santun untuk tidak terus-menerus memojokannya! Kasihan sekali Virginia. Apa sih yang ada dalam otak tololmu itu ketika memutuskan untuk bikin gara-gara dengannya?”

“Apapun itu yang pasti itu adalah tindakan paling masuk akal yang bisa kulakukan untuk mencegah Virginia berbuat sesuatu yang lebih memalukan bagi dirinya sendiri.”

“Kalau kau berfikir mematahkan hati seorang gadis yang masih polos adalah tindakan masuk akal, maka otakmu memang sakit.”

“Polos katamu? Virginia polos? Kupikir kau tidak sebodoh dan senaif itu untuk membiarkan setan kecil itu menipumu mentah-mentah. Lagi pula Virginia tidak patah hati, paling dia terluka sedikit harga dirinya, tapi tak lebih. Tunggu saja, tak sampai hari ini berakhir dia sudah akan pergi keluar lagi untuk berpesta dengan para laki-laki tolol yang selama ini telah antri untuk mengencaninya.”

“Tapi dia menangis sejak semalam kau mengantarnya pulang dari kencan kalian. Aku harus beranggapan apalagi? Dia hanya menjawab bahwa kau telah memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Nah, kau mau menyangkal apalagi?” Katty membelalakkan matanya.

“Katarina!” Sev berkata dengan nada tinggi. Katty sangat hafal bila Sev memanggilnya begitu berarti laki-laki itu sangat serius. “Kau tentunya tak akan merendahkan intelektual kita berdua dengan menganggap Virginia punya hati yang bisa dipatahkan bukan? Lagi pula untuk memutuskan sebuah hubungan diperlukan jalinan hubungan itu sendiri yang seperti kau tahu bahwa tidak ada apapun antara aku dan Virginia.”

“Kau sudah mengencaninya hampir setahun ini!”

“Kau tahu sekali bahwa yang aku dan Virginia lakukan bukanlah berkencan. Aku hanyalah-menuruti permintaanmu, ingat?- mengenalkankannya pada pergaulan yang lebih pantas untuk mencegah dia berbuat ketololan yang hanya membuatmu pusing kepala. Tak lebih. Aku membawanya ke kelompok sosial yang baik dan layak, mengenalkannya ke restoran dan club berkelas dimana dia bisa bertemu para gentlemen, bukannya mengumbar dirinya ke club-club rendahan tempat para pemuda mabuk dan teler berada. Dan sekarang dia sudah cukup dewasa untuk meneruskan aktifitasnya sendiri dan mencari pemuda yang layak untuk mendampinginya. Tugasku selesai.”

“Tetapi Sev, dia jatuh cinta kepadamu!”

“Dia hanya membayangkan dirinya jatuh cinta kepadaku, tetapi dia tidak jatuh cinta kepadaku. Ayolah, jangan konyol, mana ada sih gadis dua puluh tahun yang jatuh cinta pada laki-laki yang lima belas tahun lebih tua darinya?”

“Tetapi dia sudah membayangkan menjadi pengantinmu, Sev! Dia sudah bercerita kepada semua temannya bahwa dia sedang memilih cincin pertunangannya. Dia juga sudah menentukan tempat dimana dia akan membuat gaun pengantinnya. Kalau ada orang yang disalahkan karena memberinya harapan setinggi itu, maka orang itu adalah kau!”

“Virginia memang bodoh dan sering berbuat tolol, tetapi bukan berarti aku harus menanggungnya. Aku sama sekali tak pernah memberinya harapan apapun. Aku melakukan semuanya karena aku sudah tak sanggup mendengar segala keluhanmu tentang betapa sulitnya mengendalikan gadis liar menyebalkan yang sedang mekar-mekarnya seperti adikmu itu. Namun yang terjadi adalah adikmu itu semakin menggila, berpikir yang tidak-tidak atas sesuatu yang tidak nyata, makanya aku harus cepat-cepat bertindak sebelum aku ikut-ikutan menjadi gila, mengerti?”

“Apakah kau sama sekali tak tertarik pada Virginia? Ayolah Sev, jangan bilang dia bukan tipemu. Virginia toh tidak terlalu berbeda dengan barisan cewek konyol yang selama ini naik turun ranjangmu. Mereka sama-sama pirang dan cantik bak foto model dan memuja gaya hidup hedonis sepertimu. Jangan katakan kau mencari perempuan berdasarkan kapasitas otaknya, karena aku tahu betul bahwa intelegensi berada di urutan terakhir daftar kriteria teman kencanmu. Area pandangan matamu hanya seputar wajah, dada, paha, dan apa yang ada di antaranya. Semua ada pada Virginia. Dengan bonus kau mendapatkan gadis lugu yang belum ternoda dari keturunan baik-baik, serta kau mengenal dengan baik pula walinya, yaitu aku. Aku akan tenang sekali bila adikku bisa menjadi pasangan dari sahabatku. Kalian akan cocok satu sama lain,” Katty nyerocos tanpa sadar pada mata hitam Sev yang berkilat tajam.

“Bila serendah itu pandanganmu tentang kehidupan seksualku, Katty, aku sangat tersinggung,” geramnya marah.

“Maaf, Sev, aku tahu aku bicara kasar, namun aku sama sekali tak mengerti alasan semua ini. Kalian tampak baik-baik saja selama ini dan aku sudah membayangkan diriku akan menjadi pendamping pengantin saat tiba-tiba Virgia pulang semalam dari kencan bersamamu sambil berurai air mata dan mengatakan semua sudah berakhir antara kau dan dirinya. Dan yang lebih mengherankankan lagi kenapa juga namaku disangkut pautkan? Aku sama sekali tak mengerti kenapa Virginia menuduhku berada di balik semua ini. Memangny apa yang telah kulakukan?”

“Aku memutuskan bahwa Virginia sudah cukup dewasa dan harus mengetahui semua alasan di balik hubungan semu ini. Aku menjelaskan kepadanya bahwa semua tak lebih dari upayaku untuk membantumu dalam mengasuhnya.”

Katty menatap Sev dengan pandangan ngeri. “Demi Tuhan, Severus!” teriaknya tercekat, “Dari semua makhluk di rumah ini ternyata kau begitu bodoh!” semburnya penuh kemarahan. Dan didorong insting kanak-kanak yang selalu muncul setiap dia bertengkar dengan Sev, tangan mungilnya segera bergerak menjangkau lengan Sev dan mencubitnya keras-keras.

Tentu saja Sev yang tidak menyangka akan serangan serupa, menjerit keras. “Ya ampun, Katty, kita toh sudah bukan anak-anak lagi!” teriaknya buru-buru menangkap tangan Katty dan memenjarakannya dalam genggamannya yang sekeras baja.

“Masih untung aku tidak meninju kepala tololmu itu! Kau tahu akibat kata-kata lancangmu pada hubungan persaudaraan kami,” Katty yang masih marah berusaha sekuat tenaga melepaskan tangannya dari Sev dan melancarkan serangan dengan tangan yang lainnya, yang juga dengan sukses berhasil diringkus oleh Sev.

“Demi Tuhan, Katty, kalau reaksimu seperti ini kepada setiap laki-laki, aku tak akan bermimpi melepasmu dalam komunitas genderku,” geramnya. “Aku akan dengan senang hati menikmat keagresifanmu untukku sendiri.”

“Kau gila, Sev!”

“Dan kau sakit jiwa!”

Tiba-tiba pintu ruang duduk terbuka. Virginia, dengan rambut pirang spektakuler yang berantakan dan mata sembab karena tangis membelalakkan mata dan menutup mulutnya yang ternganga terkejut melihat pemandangan dua orang dewasa yang sedang bergulat di ruangan ini. Tanpa bisa dicegah dia menjerit histeris. “Kalian!” jeritnya.

Menyadari posisi dirinya yang sedang diringkus Sev, Katty buru-buru melepaskan diri. “Virgie, kau salah paham!” serunya membela diri.

“Kau memang pengkhianat, Katty! Aku tak bisa mempercayai omongan Sev semalam saat dia mengatakan dia mengencaniku karena permintaanmu. Namun sekarang....,” tubuh Virginia bergetar penuh kemarahan.

“Virgie...”

“Biarkan saja dia berfikir semaunya!” potong Sev cepat.

“Kalian keterlaluan! Dan kau Sev, kau memang buta bila lebih memilih perawan tua membosankan ini dari pada aku. Asal kau tahu, tubuh tua Katty tak akan pernah bisa memuaskanmu karena tubuhnya telah membusuk di neraka berabad-abad yang lalu!” Virginia mendidih dalam kemarahan. Tubuh langsingnya yang terbalut gaun tidur sutra tipis memaparkan pemandangan yang menggiurkan pada mata laki-laki.

Katty, di luar segala nalarnya, malah melirik penuh rasa ingin tahu akan reaksi Sev melihat pemandangan itu. Namun yang didapatinya Sev malah mendidih penuh kemarahan dan dengan cepat menarik lengan langsing Virginia dan memutarnya ke belakang membuat gadis itu menjerit kesakitan. “Sekali lagi kau mengatakan hal-hal mengerikan tentang kakak yang selama ini kau tumpangi, akan kupatahkan lengan cantikmu dan membuatmu menyesal pernah lahir ke dunia ini. Kau harus minta maaf sekarang!”

Dengan kasar Sev mendorong Virginia. Namun gadis itu tak juga menyerah. Segera diraihnya vas bunga terdekat dan melemparnya ke kepala Katty. Namun Sev bergerak cepat. Dalam sekejap Katty telah diraihnya dan dengan tubuh besarnya di dorongnya Katty menunduk menghindari lemparan Virginia. Virginia menjerit marah dan dengan membanting pintu hingga bergetar dia pergi.

Suasana sunyi terasa sangat kontras dibanding keributan yang baru saja terjadi. Katty, yang masih berada dalam rengkuhan kuat Sev menghela nafas panjang.Wajahnya pucat pasi. Menyadari apa yang mungkin saja terjadi Katty tiba-tiba gemetar. “Aku tak menyangkan ruangan kuno ini hampir saja bisa menyebabkan tragedi pembunuhan,” gumamnya seperti pada diri sendiri.

Sev melepaskan tangannya dari tubuh Katty, menegakkan kembali gadis itu. “Sekarang kau sadar kan kalau adikmu itu seorang maniak gila?” tanyanya dengan nada mengejek. “Kuharap kau punya minuman yang cukup keras yang bisa membantuku melupakan kekonyolan yang baru saja terjadi.” Sev pun membuka lemari kecil di bawah rak hias dan menemukan sebotol whiskey yang disimpan Katty entah sejak berapa lama, sebagai persiapan bila ada yang membutuhkan.

“Kukira secangkir teh panas akan menenangkanku,” kata Katty.

Sev tak mau mendengar. Dituangnya whiskey dan disodorkannya ke depan bibir Katty, “Minum ini, akan membuatmu merasa lebih baik,” perintahnya dan membuat gadis itu mau tidak mau meminumnya. Namun Sev benar. Saat cairan panas itu telah sampai ke perutnya, kehangatannya menyebar ke seluruh tubuh dan membuatnya rileks.

Sev menarik Katty duduk di sebelahnya di sofa panjang yang ada di ruang itu, memandang ke luar melalui jendela pada suasana musim semi di pagi hari Minggu itu. Keduanya tak berbicara lagi. Tetapi Sev menggenggam tangan Katty, memberinya ketenangan seperti yang selalu dilakukannya sejak mereka masih kanak-kanak. Katty pun menyandarkan kepalanya di pundak Sev.

“Tak usah dipikir terlalu keras. Virginia sudah dewasa. Adalah hak gadis bodoh itu untuk menghancurkan hidupnya sendiri. Kau tak punya tanggung jawab apapun terhadapnya. Yang telah kau tawarkan selama ini, tempat tinggal dan hidup gratis, sudah lebih dari cukup. Sudah waktunya bagi dia untuk menyadari posisinya di rumah ini tak lebih dari seorang penumpang dan dia tak berhak mengucapkan kata-kata mengerikan tentangmu. Aku akan memastikan kepala cantiknya yang kosong itu tahu batasnya di rumah ini.”

“Terima kasih, Sev, kami berdua telah sangat menyusahkanmu. Kau selalu baik kepadaku. Kau benar-benar seperti kakak laki-lakiku sendiri.”

“Kakak laki-laki heh?” Sev tertawa mengejek. “Sekarang lebih baik kau ambil jaketmu. Kita keluar dari sini.”

“Eh? Kemana?”

“Ke rumahku. Pelayanku akan menyiapkan makan siang yang layak bagi kita berdua. Lagipula aku baru saja membeli beberapa buku baru yang mungkin kau sukai.”

Berdua mereka berjalan beriringan menuju Drake Castle, rumah Sev. Katty sudah tak ingat lagi sejak kapan rumah Sev menjadi pelarian yang aman baginya. Mereka bertetangga sudah sejak lama. Orang tua Katty membawanya pindah ke Stockley House ini waktu Katty masih berusia tiga tahun sementara keluarga Sev adalah generasi Drake entah yang keberapa yang menghuni bangunan megah yang pekarangannya berbatasan dengan rumah baru Katty. Sev tujuh tahun lebih tua dari Katty. Namun yang diingat Katty dia sering bermain bersama Sev karena ibu Sev, wanita yang lembut dan baik hati, sering membawa Katty ke rumahnya bila pengasuhnya libur dan ibunya harus bekerja. Tak jarang Katty kecil menginap di rumah Sev dan dimanjakan oleh barisan pelayan di rumah besar itu.

Pada umur lima tahun ibu Katty secara mengejutkan sakit parah dan akhirnya meninggal. Katty kecil yang belum terlalu mengerti tentang kehilangan lagi-lagi menerima begitu saja tanpa bertanya-tanya kenapa ibu Sev yang lebih banyak muncul dalam hari-harinya sementara ibunya sendiri menghilang. Namun ketika dua tahun kemudian ayahnya membawa istri barunya ke Stockley House, Elizabeth, barulah Katty mengerti bahwa ibu kandungnya telah tiada. Kini yang tersisa hanyalah ibu Sev yang lembut penuh kasih sayang atau istri baru ayahnya yang cantik namun tak dikenalnya. Tentu saja insting kanak-kanaknya lebih memilih berlari dalam perlindungan kasih sayang tetangganya. Apalagi ketika setahun kemudian seorang bayi kecil cantik berambut pirang dan berkulit sewarna zaitun, Virginia, lahir. Maka rumah Sev menjadi pelarian permanen bagi Katty karena ibu barunya lebih sibuk dengan kegiatan sosial dan bayinya sendiri dari pada memperhatikan Katty kecil yang haus kasih sayang.

Tahun-tahun berlalu. Meski Sev harus masuk sekolah asrama dan dilanjutkan ke universitas hingga ke sekolah hukum yang membuat Katty jarang bertemu dengannya, namun posisi Katty di Drake Castle tetap sama. Hampir setiap malam Katty hadir di meja makan keluarga Drake dan seolah menjadi penghuni tetap rumah besar itu, dikenalkan sebagai “Gadis Kecil Sev” oleh orang tua Sev kepada setiap kerabat dan teman yang bertanya. Ketika tiba saatnya Katty harus bersekolah asrama dan masuk universitas, Sev telah tinggal di City dan mengawali kariernya sebagai pengacara korporasi di biro hukum paling bergengsi yang bereputasi internasional.

Kesibukan membuat Sev jarang meluangkan waktunya pulang ke Oxford. Sementara Katty sendiri begitu lulus dari universitas telah mengawali kariernya di sebuah perusahaan penerbitan sebagai illustrator lepas pada proyek cover buku maupun cerita bergambar untuk anak-anak. Dari ibu dan nenek pihak ibunya Katty mewarisi sejumlah uang dan pendapatan yang cukup untuk menunjang hidupnya. Katty memutuskan untuk membeli flat berukuran sedang di daerah yang lumayan bagus di London, dekat dengan kantor penerbitan tempatnya bekerja yang dia gunakan juga sebagai studio pribadinya. Sedangkan Sev yang sedang dalam masa kritis kariernya yang melesat bak meteor dan kala itu menjadikannya kandidat rekanan termuda di firma hukumnya mengatakan bahwa dia telah membeli sebuah mansion dengan design tahun 1930-an yang mahal dan elegan di wilayah bergengsi London.

Saat itu menjadi tahun paling janggal dalam hubungan keduanya. Katty hanya bertemu Sev kadang-kadang bila keduanya kebetulan berakhir pekan atau menghabiskan libur natal di Oxford. Selain itu meskipun mereka sama-sama tinggal di London namun lingkup pergaulan keduanya ternyata terpisah jauh. Sev tumbuh menjadi laki-laki menawan, dengan mansion bagus, mobil jaguar, karier cemerlang, ditunjang fisiknya yang selalu tampil chic dan berkelas, busana-busana mahal membalut tubuh kekarnya yang lebih tinggi sekepala di antara orang kebanyakan, wajah keras dengan dagu persegi dan mata hitamnya yang tajam serta rambut hitam bergelombang hasil penata rambut profesional, tak heran bila menjadikannya bujangan paling paling diincar oleh para perempuan cantik. Sementara Katty, pada masa dewasanya tidak banyak berubah. Penampilan fisiknya tak mengesankan kelebihan apapun, dengan karier yang tidak terlalu bisa dibanggakan, namun akal sehat menuntunnya untuk menjalani hidup apa adanya dan menikmatinya. Katty tetaplah gadis dusun pemalu yang tersesat di belantara London yang gemerlap.

Suatu ketika takdir mempertemukan mereka dalam sebuah pesta. Perusahaan penerbitan tempat Katty bekerja mengadakan gala dinner yang mengundang seluruh karyawan baik yang tetap maupun freelance untuk hadir. Ternyata Sev juga hadir mewakili firma hukumnya karena ternyata perusahaan Katty adalah salah satu klien perusahaan Sev. Kehadiran Sev sendiri telah menebarkan pesona tersendiri dalam pesta tersebut. Daya tarik maskulin yang terpancar kuat pada diri Sev menjadikannya pusat perhatian dan para wanita, tua muda, saling berebut perhatiannya. Padahal saat itu Sev tidak hadir sendiri. Seorang makhluk cantik dengan penampilan spektakuler bak muncul dari cover majalah Vogue menempel ketat di sebelahnya. Dari kejauhan, Katty yang memilih lingkaran aman di antara para pasangan paro baya hanya mengamati saja tanpa ada keberanian sedikitpun untuk mendekati lelaki yang semasa kecil dulu sering menggendongnya di punggung itu.

Namun Sev bukanlah Sev bila tak memiliki pandangan setajam elang. Dalam sekejap dia segera mengetahui tempat persembunyian Katty dan menghampirinya. Diiringi pandangan kagum seluruh undangan Sev membawa Katty ke lantai dansa. Setelah berdansa tiga kali Sev pun mengajak Katty berkeliling dan memperkenalkannya kepada para undangan lain. Tidak ada yang lebih menyebalkan dalam hidup Katty selain tatapan heran orang-orang menyaksikan keakraban mereka berdua. Apalagi Sev mengenalkannya sebagai “my precious little girl” yang mengundang tatapan penasaran dari para undangan. Terpaksa Katty mengambil kendali dan kepada para kolega Katty menjelaskan dengan suara tegas dan jernih bahwa mereka adalah teman kecil yang sudah seperti saudara. Penjelasan yang mengundang tatapan gemas dari Sev. “Kau tetap pemalu kan, Katty?” tanyanya dengan sorot mata mengoda. Saat Sev mencium pipinya lembut dan memberinya pelukan persaudaraan saat mereka berpisah, Katty meyakini satu hal bahwa baginya Sev tidak pernah berubah.

Kematian ayah Katty memaksa Katty kembali pulang ke Oxford. Dalam wasiatnya ayahnya mewariskan Stockley House dan sejumlah besar uang kepada Katty, hal yang cukup masuk akal karena Stockley House dibeli atas nama ayah dan ibu Katty. Juga bisnis transportasi yang selama ini dikelola oleh ayahnya pemodalannya menggunakan uang warisan ibu Katty. Kepada Elizabeth ayahnya memberikan tunjangan yang meski cukup besar namun masih jauh lebih kecil dari selama ini dinikmati ibu tiri Katty. Sementara Virginia yang saat itu masih bersekolah di sebuah sekolah putri berasrama yang mahal mendapat dana perwalian yang diwakili oleh Elizabeth, dengan jumlah yang cukup untuk membiayai pendidikan gadis itu hingga tamat.

Namun ternyata Elizabeth tidak bisa menerima hal itu dengan lapang dada. Dia marah karena harus keluar dari Stockley House yang telah menjadi milik Katty. Berkali-kali dia mengeluhkan nasibnya yang mengenaskan, mendiang suaminya yang tidak cukup menghargainya dan meninggalkannya dalam keadaan miskin, nasib putri kecilnya yang malang karena harus meninggalkan semua kemewahan yang selama ini menjadi haknya, serta menyalahkan Katty, menuduhnya begitu rakus setelah menerima warisan dari begitu banyak pihak, mempunyai pekerjaan berpenghasilan besar, namun tak cukup murah hati untuk memberikan Stockley House kepada dirinya. Tuduhan yang diterima Katty dengan hati terluka dan berkali-kali membuatnya hampir menyerah dan menuruti kemauan Elizabeth. Namun Sev selalu mendampinginya dan menguatkan Katty bahwa semua itu memang haknya. Bahwa Elizabeth tak lebih dari seorang pemburu kekayaan yang memanfaatkan kecantikan hanya untuk memenuhi semua ambisinya. Ayah Katty telah bertindak sangat bijaksana dengan meninggalkan rumah dan seluruh sisa kekayaannya kepada Katty karena di tangah Elizabeth semuanya hanya akan menjadi hancur.

Periode kelam perseteruannya dengan Elizabeth berakhir ketika wanita itu meninggal dalam kecelakaan mobil yang dikendarai kekasih terbarunya, seorang pria kaya raya yang mengemudikan mobil Roll Royce dalam kondisi mabuk. Yang lebih menyedihkan lagi bahwa Elizabeth telah menghabiskan seluruh warisan Virginia untuk berfoya-foya membiaya gaya hidup kelas atas yang dijalaninya sejak menjanda. Jadilah gadis yatim piatu itu berada di bawah asuhan Katty, kakak tirinya, yang membiayai seluruh pendidikannya.

Katty menetapkan Stockley House sebagai kediaman resminya. Statusnya sebagai illustrator lepas memungkinkan dirinya hanya pergi ke London saat diperlukan. Namun Katty tetap tidak melepaskan flatnya karena dia masih membutuhkan akomodasi bila harus bekerja di London. Sedangkan di Oxford Katty banyak meluangkan waktunya di Drake Castle menemani orang tua Sev. Tentu saja pasangan usia senja itu menyambut hangat kehadiran Katty kembali ke tengah-tengah mereka. Apalagi sejak kedatangan Katty Sev juga semakin sering pulang meski alasan yang diyakini Katty adalah Sev mengkhawatirkan kesehahatan ayah ibunya. Sev semakin banyak menghabiskan waktu di Drake Castle ketika ayahnya mulai sakit. Karena lelaki tua itu menolak kehadiran perawat profesional, maka Katty lah yang akhirnya merawatnya hingga lelaki tua yang baik hati itu menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah kematian suaminya kesehatan ibu Sev menurun drastis dan dalam waktu sebulan berselang wanita lembut hati itu meninggal dengan tenang dalam pengawasan Katty dan Sev. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ibu Sev mengatakan betapa bahaginya dia atas kehadiran Katty dalam hidup mereka dan mengharapkan Katty dan Sev saling menjaga.

Hidup tidaklah mudah bagi Katty ketika dua tahun lalu Virginia lulus dari sekolahnya. Gadis itu telah menjelma menjadi makhluk cantik nan rupawan. Namun pergaulannya dengan gadis-gadis kaya membuatnya kehilangan pemahaman akan kondisi dirinya yang hidup dalam belas kasihan Katty. Gadis itu menganggap kecantikan membuatnya menjadi makhluk istimewa dan semua orang di sekitarnya harus memenuhi segala keinginannya. Sama egois dan berhati dingin seperti ibunya, Katty harus menanggung segala biaya kehidupannya yang mewah, pesta-pesta hampir tiap malam, gaun-gaun indah, semuanya. Virginia menganggap sumber keuangan Katty tak terbatas dan dia berhak menggunakannya sesuka hati. Sama sekali tak terfikir olehnya betapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan rumah sebesar Stockley House. Bila Katty menasihatinya, Virginia hanya mencibir tak peduli. “Kau hanya iri padaku, Katty. Lagipula uangmu itu tak akan berguna untuk gadis membosankan sepertimu.”

Segala cara ditempuh Katty untuk membuat Virginia bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Termasuk menutup semua akses keuangan dan kartu kreditnya. Namun Katty justru dipusingkan dengan tagihan dari teman-teman Virginia karena ternyata gadis bandel itu meminjam uang kepada mereka dan menempatkan Katty sebagai penjamin pinjamannya.

Keadaan baru teratasi sewaktu Sev akhirnya turun tangan untuk menjinakkan Virginia. Hampir setahun terakhir ini Sev mengencani Virginia, mengajaknya ke klub-klub mahal di London, mengenalkannya pada lingkungan yang baik, dan yang paling utama Katty bisa bernafas lega ketika Virginia akhirnya memutuskan bekerja di sebuah butik di London untuk menyokong hidupnya. Katty tak tahu bujukan model apa yang dilakukan Sev hingga membuat gadis keras kepala itu bisa berubah fikiran. Memang Katty masih harus membayar beberapa tagihan Virginia, namun tidak sebanyak dulu. Ketika Virginia mengatakan bahwa hanya tinggal tunggu waktu hingga Sev melamarnya, Katty menanggapinya penuh suka cita. Akhirnya dua orang dekatnya menemukan kecocokan. Mereka begitu serasi berdua. Tak ada gadis yang lebih cantik dari Virginia yang pantas mendampingi laki-laki setampan Sev.

Namun siapa sangka semua akan berakhir semalam? Jujur Katty mengakui bahwa dia tidak bisa menimpakan semua kesalahan pada Sev. Virginia bukanlah gadis yang mudah untuk dipuaskan. Dan Sev memiliki hak sepenuhnya untuk memutuskan siapa gadis yang layak mendampinginya.

***

Setelah makan siang dengan hidangan lezat yang berhasil diciptakan juru masak Sev, Katty mengikuti Sev menuju ke perpustakaan yang merupakan ruang studi pribadi Sev. Koleksi buku yang dimiliki Sev membuat Katty selalu menitikkan air liur. Kegiatan mengkoleksi literatur telah dimulai oleh nenek moyang keluarga Drake seabad yang lalu. Katty banyak menemukan buku-buku kuno dalam edisi asli yang saat ini pasti membuat kolektor rela merogoh kocek ribuan pound untuk mendapatkannya. Katty sendiri sangat sering menggunakan koleksi tersebut sebagai sumber inspirasi pekerjaannya. Namun tak jarang Katty hanya bergelung di sofa panjang yang ada di ruang itu sambil menikmati bacaannya. Seperti yang dilakukannya saat ini sementara Sev harus sibuk dengan dokumen-dokumen hukum yang harus diperiksanya.

Ketenangan mereka terganggu ketika Jolly, kepala pelayan keluarga Drake mengabarkan bahwa Sarah, pengurus rumah tangga Stockley House, baru saja menelepon dan mengabarkan bahwa Miss Virginia telah pergi dan berpesan bahwa dia tidak akan pulang untuk waktu yang tidak dapat ditentukan.

“Gadis kurang ajar!’ umpat Sev pelan. “Sulit dipercaya bahwa kalian berasal dari ayah yang sama.”

Katty tersenyum melamun, “Darah Dad mengalir dalam diri Virginia. Dia satu-satunya saudara yang kumiliki.”

“Ada rencana ke London dalam waktu dekat ini?” tanya Sev sambil lalu.

“Besok. Aku ada janji temu dengan penerbit. Kenapa?”

“Kau bisa berangkat bersamaku.”

“Ehm... sepertinya lebih baik aku membawa mobil sendiri. Aku berencana tinggal untuk beberapa hari di London.”

“Oh ya?”

“Salah seorang temanku berniat menyewa flatku. Aku akan membuat beberapa pengaturan dengannya karena kupikir kalau temanku sendiri yang menyewa maka aku masih akan leluasa menyisakan satu kamar untukku sendiri sebagai cadangan bila sewaktu-waktu aku harus tinggal beberapa hari di London. Semula aku berniat melepasnya saja. Namun dengan kondisi pekerjaanku aku masih akan membutuhkan tempat tinggal di London. Makanya tawaran dari temanku ini kuanggap sebagai jawaban.”

“Meskipun begitu kau tetap bisa berangkat bersamaku, Katty.”

“Tidak. Lebih baik aku membawa mobil karena aku membutuhkan transportasi di London. Aku ingin belanja beberapa baju.”

“Aku akan mengantarmu.”

Katty menyipitkan mata menatap Sev dengan pandangan skeptis. “Wow, ada apakah gerangan ini? Tak biasanya kau ngotot begitu.”

“Jangan konyol. Ini bukan pertama kalinya aku memberimu tumpangan,” sembur Sev tiba-tiba jengkel.

Katty terbahak. “Ternyata Mr. Severus Drake yang agung bisa sewot juga,” gelaknya.

“Aku hanya menawarkan kepadamu kenyamanan dan membebaskanmu dari keharusan mengemudi dalam lalu lintas London yang padat, dan kau menanggapinya seolah aku mengajakmu ke medan perang,” Sev berkata masam.

“Oke...oke.. aku hargai tawaranmu. Maaf bila aku menyinggung perasaanmu. Aku hanya tak mau merepotkan?”

“Kau, dengan berada di sini saja sudah cukup merepotkan buatku. Memberimu tumpangan tak akan banyak merubah keadaan. Lagipula kau tadi bilang mau berbelanja kan? Aku akan mengantarmu. Sudah waktunya ada orang yang mengoreksi caramu berpakaian.”

“Ha?!” Katty membelalak ngeri. “Jangan coba-coba menginterfensi kegiatan belanjaku! Aku bukan Virginia ataupun barisan cewek-cewek model teman kencanmu yang bisa kau dandani semaunya!” protesnya keras.

“Benarkah?” Sev mencibir. Sinar geli bermain-main di mata gelapnya. “Kujemput kau pukul delapan pagi. Kau bisa mengundangku sarapan besok lalu kita langsung berangkat.”

Katty membelalak sewot melihat Sev nyengir berpuas diri. Dengan gemas dilemparnya sebuah buku ke arah Sev yang dengan tangkas berhasil ditangkap oleh lelaki itu. “Hei! Kalau kau sewot, setidaknya jangan lampiaskan kepada buku-buku berharga ini!” tegurnya masih dengan tertawa. “Lagipula gadis-gadis lain akan menyembah demi mendapat kesempatan aku kawal secara ekslusif berbelanja. Reaksimu membuatku egoku terluka.”

“Semaumulah!” sembur Katty sambil melangkah pergi, meninggalkan Sev yang masih terbahak-bahak dengan kemarahannya.

“Pukul delapan tepat!” teriak Sev sebelum pintu terbanting tertutup di belakang Katty.

***

Senin pagi. Katty telah siap lima belas menit sebelum pukul delapan. Gadis itu menuju ke ruang sarapan kecil yang terletak berbatasan dengan beranda samping yang bermandikan sinar matahari pagi yang cerah. Sesuai janjinya tidak ada tanda-tanda kehadiran Virginia. Kamarnya tampak seperti kapal pecah dengan aneka pakaian yang seperti sengaja di acak-acak. Juga ada pecahan botol-botol kosmetik dan make up yang menjadi simbol kemarahan Virginia. Katty melarang pelayan untuk membereskannya. Dia juga mengunci dan menyembunyikan kunci pintu kamar pribadinya serta meminta para pelayan berjaga-jaga bila nanti Virginia pulang sebelum Katty kembali dari London, serta meluapkan kemarahannya dengan merusak barang-barang berharga di rumah itu.

Lima menit kemudian Severus muncul. Tampak begitu tampan dan elegan dalam salah satu setelan resminya yang mahal. Katty yang terbiasa merasa seperti seonggok kentang sayur bila berada di dekat Severus dalam busana resminya hanya mendenguskan selamat pagi seraya dengan sedih melihat ke setelannya sendiri yang meski bermutu tinggi namun sama sekali tanpa gaya dalam warna biru tua membosankan. Rambutnya pun hanya diikat ekor kuda yang jelas-jelas hanya demi kepraktisan tanpa mengindahkan penampilan. Katty membunyikan bel dan begitu Sarah muncul, meminta wanita itu menyiapkan sarapan buat Master Severus.

“Bagaimana kabar gadis manja kita?” tanya Severus sambil menyeruput kopinya.

“Dia memilih tidak pulang setelah seharian mengamuk. Aku sudah mengatur para pelayan untuk menjaga barang-barang dari amukan berikutnya bila dia pulang sebelum aku kembali dari London.”

Severus mengangkat sebelah alisnya. “Kau sudah membaca surat kabar pagi ini?”

“Belum. Kenapa?”

“Kusarankan kau membacanya sekarang juga.”

Dengan heran Katty meraiha surat kabar yang sudah disiapkan pelayannya di atas meja sarapannya namun belum sempat diliriknya. Segera dia membukanya. Severus memintanya membuka sebuah halaman. Katty menuruti. Tiba-tiba matanya membelalak ngeri membaca berita yang terpampang mengisi setengah halaman penuh surat kabar nasional itu. Berita pertunangan antara Katarina Anne Metcalf dan Severus Alexander Drake. Pertunangan antara dirinya dan Severus.

“Kurang ajar!” teriaknya.

“Betul! Makhluk mengerikan yang mengaku adikmu itu memang kurang ajar,” sahut Sev kalem.

“Sev! Kenapa kau begitu santai sih? Ini konyol! Lagipula ini... ya ampun... semua kolegamu akan membacanya...” Katty tiba-tiba merasa lemas.

“Agaknya Virginia ingin mengerjai kita berdua,” Sev dengan tenang menikmati rotinya.

“Aku akan mengirimkan berita penyangkalan secepatnya,” Katty memutuskan dengan cepat. “Tetapi ini akan begitu memalukan, terutama buatmu.”

“Tepat seperti yang diinginkan Virginia, yaitu mempermalukan kita berdua di muka publik.”

“Lalu apa alternatif lain yang harus kita lakukan?”

“Hm...,” Sev memandang gadis di depannya dengan pandangan geli. “Kita ikuti saja plot Virginia. Kita bertunangan,” jawabnya santai.

“Kita bertunangan? Kau gila!” sembur Katty. “Kau bisa serius tidak sih?”

“Katty, bertunangan denganku apa susahnya sih?”

“Ha?” Katty menjadi linglung. Dipandanginya dengan gemas laki-laki tampan yang sedang menikmati sarapannya dengan santai itu seolah tidak terjadi masalah. “Terserahlah! Itu urusanmu. Lagipula di sini bukanlah reputasiku yang jadi persoalan karena yang dikenal secara nasional kan kau, bukan aku. Orang tak akan peduli kepada siapa aku bertunangan,” omelnya kesal.

“Benarkah?” Sev menyipitkan mata menatap Katty yang sedang bersungut-sungut. “Tunggu saja nona, dalam beberapa jam lagi kau akan mengerti tentang bagaimana reputasimu dipertaruhkan setelah bertunangan dengan Severus Drake sang pengacara. Aku pasti harus sering-sering sakit perut menahan tawa melihatmu menelan mentah-mentah perkataanmu sendiri.”

“Severus! Kau benar-benar menjengkelkan!”

“Dan kau, Katarina! Sudah saatnya seorang laki-laki yang pantas menjinakkanmu!”

9 comments:

  1. suka....makasih Olly,jadi teringat MBA.ditunggu kelanjutannya.he..he..

    ReplyDelete
  2. lanjut sis olly suka...pasti seru gak kalah ama MBA.cayo eva

    ReplyDelete
  3. suka bangetttt...lanjutkan!!!..^_^

    ReplyDelete
  4. keren sis olly
    wah, bumil hebat ya imajinasinya
    apdet jgn lama2 yah...

    ReplyDelete
  5. sukaaa kereeeen lanjuuuttt hehehe g kok jd curiga jangan2 iklan itu kerjaannya sev aja tuuuh hahahahah

    ReplyDelete
  6. Wow sukaa mbak olly....jd penasaran nihhh....lanjut buat MM n'mlc nya suksesS...anastasia

    ReplyDelete
  7. bagus...., keren deh olly, lanjut dong jangan lama2 ya...

    ReplyDelete
  8. bolak balik bolak balik
    hiks... lum apdet juga

    ReplyDelete